Rabu, 31 Mei 2017

PENGARUH PARIWISATA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI


I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, pariwisata tidak hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang relatif kaya, melainkan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Lebih lanjut, pariwisata bahkan telah berkembang menjadi salah satu industri terbesar di dunia, yang ditandai antara lain dengan perkembangan jumlah kunjungan turis dan pendapatan yang diperoleh dari turis internasional. Berdasarkan laporan World Tourism Organization (WTO), total kunjungan turis di seluruh dunia dalam tiga tahun terakhir hampir mencapai 1 miliar orang per tahun. Dalam tahun 2007 ,turis mencapai 901 juta orang, kemudian meningkat sekitar 2,0% menjadi 919 juta orang dalam tahun 2008, dan menurun sekitar 4,2% menjadi 880 juta orang dalam tahun 2009. Perkembangan jumlah kunjungan turis ini praktis mempengaruhi pendapatan devisa pariwisata (tourism receipts), yaitu dari sebesar US$858 miliar dalam tahun 2007 meningkat sekitar 9,7% menjadi US$941 miliar tahun 2008 dan kemudian turun sekitar 9,5% menjadi US$852 miliar tahun 2009. Penurunan jumlah kunjungan dan pendapatan dari pariwisata dunia pada tahun 2009 terjadi sebagai dampak dari krisis keuangan global dan resesi ekonomi (WTO, 2010).
Bila dicermati perkembangannya di Indonesia terlihat bahwa jumlah kunjungan turis cenderung meningkat, yaitu dari 5.506 juta pada tahun 2007 menjadi 6.234 juta pada tahun  2008, atau tumbuh sekitar 13,2% dan meningkat sekitar 1,4% menjadi 6.324 juta pada tahun 2009. Dalam tahun 2009 saja Indonesia mampu menyerap sekitar 0,72% dari jumlah kunjungan turis dunia. Namun demikian, peningkatan jumlah kunjungan tidak diikuti dengan bertambahnya pendapatan devisa pariwisata. Dalam tahun 2007 pendapatan devisa pariwisata mencapai US$5.346 juta, kemudian meningkat sekitar 38,0% menjadi US$7.378 juta dalam tahun 2008, dan dalam tahun 2009 turun sekitar 14,4% menjadi US$6.318 juta. Jumlah pendapatan devisa tahun 2009 ini setara dengan 0,74% dari pendapatan pariwisata dunia.
Berdasarkan jumlah kunjungan dan pendapatan devisa pariwisata tersebut, dalam tahun 2009 Indonesia berhasil pada peringkat 9 di kawasan Asia Pasifik sebagai negara yang atraktif bagi turis internasional. Keberhasilan ini patut diacungi jempol dan paling tidak dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan berbagai langkah kebijakan serta program dan promosi pariwisata yang selama ini dilakukan oleh pemerintah. Terlebih lagi, berbagai langkah kebijakan dan program pengembangan pariwisata tersebut diupayakan secara terus menerus oleh pemerintah di tengah munculnya tantangan berat, diantaranya adalah terjadinya “teror bom” di sejumlah tempat di tanah air. Teror bom tersebut membawa implikasi munculnya larangan berkunjung (travel warning) ke Indonesia dari banyak negara, yang selanjutnya akan mempengaruhi jumlah kunjungan turis dan pendapatan devisa pariwisata.
Sumber : BPS, BI dan Kementerian Budaya & Pariwisata (diolah)
Pendapatan devisa dari pariwisata memiliki peranan yang cukup penting dalam struktur penerimaan devisa nasional, terutama bila dibandingkan dengan devisa yang berasal dari kegiatan ekspor barang. Bila dicermati perkembangannya setiap tahun sejak tahun 2004 sampai 2009, meskipun tidak terlalu besar, namun pendapatan devisa dari pariwisata menunjukkan perubahan yang cukup berarti. Dalam tahun 2004, pendapatan pariwisata mencapai US$5,2 miliar dan menyumbang sekitar 14,4% terhadap devisa negara, berada di bawah devisa ekspor minyak bumi dan gas (migas) yang menyumbang sekitar 42,9%. Dalam tahun 2005, walaupun  pendapatan pariwisata turun menjadi US$5,1 miliar, namun sumbangannya terhadap devisa meningkat menjadi 14,7%, berada di bawah devisa ekspor migas yang menyumbang sekitar Migas Pariwisata Pakaian jadi Karet olahan Minyak kelapa sawit55,4%. Penurunan pendapatan pariwisata terus berlangsung hingga tahun 2006 dengan
sumbangan sekitar 11,5%, lebih rendah dari sumbangan ekspor migas (49,8%), pakaian jadi
(13,2%) dan karet olahan (12,8%). Selanjutnya dalam tahun 2007, jumlah pendapatan pariwisata meningkat menjadi US$5,8 miliar, namun sumbangannya terhadap devisa nasional turun menjadi 10,2%. Sumbangan devisa pariwisata dalam tahun tersebut masih lebih rendah dari devisa hasil ekspor migs (38,8%), karet olahan (10,9%) dan pakaian jadi (13,8%). Dalam tahun 2008 pendapatan devisa pariwisata kembali meningkat hingga mencapai US$8,2 miliar dan sumbangannya terhadap devisa juga naik menjadi 15,8%, namun turun menjadi sekitar 10,4% dalam tahun 2009.
Selain sebagai sumber pendapatan devisa, pariwisata juga memberikan kontribusi untuk penciptaan lapangan kerja, kegiatan produksi dan pendapatan nasional (PDB), pertumbuhan sektor swasta dan pembangunan infrastruktur. Pariwisata juga berpotensi mendorong peningkatan penerimaan negara dari pajak, terutama pajak tidak langsung. Meskipun beragam kontribusi pariwisata terhadap perekonomian telah disadari sejak lama namun sejauh ini penelitian tentang pengaruh pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi belum mendapatkan porsi yang cukup besar di Indonesia, sehingga sulit menentukan arah hubungan antar kedua variabel. Berdasarkan fakta tersebut, studi ini akan mencoba mengelaborasi lebih lanjut arah hubungan atau pengaruh pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
1.2. Tujuan Penelitian
Studi ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui dampak pertumbuhan pendapatan pariwisata (tourism receipts) terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
2. Mengetahui dampak program promosi wisata dan teror bom terhadap pertumbuhan
pendapatan pariwisata, serta dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
























BAB II
PENGARUH PARIWISATA TERHADAP EKONOMI

2.1. Hubungan Pariwisata dan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam literatur, hubungan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi dapat dikonfrontasi
melalui dua pendekatan, yaitu : pertama, pendekatan Keynesian tentang pengganda (multiplier), yang memperlakukan pariwisata internasional sebagai komponen eksogen dari permintaan agregat yang mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan, dan karena itu terhadap lapangan kerja melalui proses multiplier. Namun pendekatan ini banyak menerima kritik karena agak statis dan tidak memungkinkan untuk menyimpulkan dampak pariwisata dalam jangka panjang. Kedua, pendekatan model pertumbuhan endogen dua sektor Lucas, yang penggunaannya untuk sektor pariwisata dipelopori oleh Lanza and Pigliaru (1995).   Dalam model ini pariwisata dikaitkan dengan kondisi maksimisasi laju pertumbuhan. Apabila produktivitas menjadi elemen utama dari pertumbuhan, dengan asumsi kemajuan teknologi di sektor manufaktur lebih tinggi dibandingkan sektor pariwisata, maka spesialisasi pariwisata akan mendorong pertumbuhan. Hal ini bisa terjadi hanya apabila perubahan nilai tukar perdagangan (terms of trade) antara pariwisata dan barang-barang manufaktur lebih dari sekedar menyeimbangkan kesenjangan teknologi (technological gap) sektor pariwisata. Kondisi tersebut berlaku apabila elastisitas substitusi antara pariwisata dan barang manufaktur lebih kecil dari satu (inelastis).
Selain itu, dengan mengacu pada teori hubungan perdagangan dan pertumbuhan, hubungan antara pariwisata dan pertumbuhan ekonomi diidentifikasi bersifat kausalitas. Pola
hubungan kausalitas ini didasarkan pada tiga (3) hipotesis yang berbeda, yaitu :
1.      Hipotesis pertumbuhan yang bertumpu pada pariwisata (tourism-led economic growth
2.      hypothesis), yang menganggap ekspansi pariwisata mempengaruhi pertumbuhan ekonomi;
3.      Hipotesis pertumbuhan pariwisata yang digerakkan oleh pertumbuhan ekonomi (economic-driven tourism growth hypothesis), yang menganggap pertumbuhan ekonomi mempengaruhi ekspansi pariwisata; dan
4.      Hipotesis kausalitas timbal balik (reciprocal causal hypothesis), yang menganggap
hubungan kausal antara pertumbuhan ekonomi dan ekspansi pariwisata bersifat dua arah (bi-
directional), dimana dorongan pada kedua variabel tersebut saling memberikan manfaat.
Pengakuan adanya hubungan kausal antara pertumbuhan ekonomi dan ekspansi pariwisata
sangat penting karena bisa memberikan implikasi yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan kebijakan yang relevan. Namun demikian, apabila ditemukan tidak adanya hubungan kausal antara ekspansi pariwisata dan pertumbuhan ekonomi, hasilnya dapat digunakan sebagai indikasi untuk menunjukkan efektivitas strategi promosi pariwisata.
Beberapa argumen lain melihat keterkaitan antara pariwisata dan pertumbuhan ekonomi dengan fokus pada dampak ekonomi makro dari pariwisata, yaitu : Pertama, pariwisata memiliki dampak langsung terhadap perekonomian, antara lain terhadap penciptaan lapangan kerja, redistribusi pendapatan, dan penguatan neraca pembayaran. Belanja turis, sebagai bentuk alternatif dari ekspor memberikan kontribusi berupa penerimaan devisa (neraca pembayaran) dan pendapatan yang diperoleh dari ekspansi pariwisata. Penerimaan devisa dari pariwisata juga bisa digunakan untuk mengimpor barang-barang modal untuk menghasilkan barang-barang dan jasa, yang pada gilirannya menyebabkan pertumbuhan ekonomi. Kedua, efek stimulasi (induced affects) terhadap pasar produk tertentu, sektor pemerintah, pajak dan juga efek imitasi (imitation effect) terhadap komunitas. Salah satu manfaat utama bagi komunitas lokal yang diharapkan dari pariwisata adalah kontribusinya yang signifikan terhadap perekonomian daerah, terutama peningkatan pendapatan dan pekerjaan baru di daerah. Pelaku bisnis di daerah tentu saja memperoleh manfaat langsung dari belanja turis. Karena pelaku bisnis membayar pekerja dan karena pelaku bisnis dan pekerja membelanjakan kekayaan mereka yang meningkat, maka secara keseluruhan komunitas di daerah juga memperoleh manfaat. Sehingga uang yang dibelanjakan oleh turis adalah uang baru dalam perekonomian daerah, bukan kekayaan sebelumnya yang digunakan kembali (recycling).
2.1.1. Dampak Positif Pariwisata
Dampak pariwisata diukur dalam dua tahap, yaitu dampak langsung dan tidak langsung
terhadap perekonomian. Dampak langsung antara lain diukur melalui tingkat belanja devisa
pariwisata dan dampaknya terhadap lapangan kerja. Sementara dampak tidak langsung meliputi pengukuran efek yang ditimbulkan terhadap pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi). Dalam jangka panjang, efek pariwisata terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat diidentifikasi melalui beberapa saluran yang berbeda, yaitu sebagai berikut :
1.      Pariwisata adalah penghasil devisa yang cukup besar, yang tersedia untuk pembayaran
barang-barang atau bahan baku dasar yang diimpor yang digunakan dalam proses produksi.
2.      Pariwisata memainkan peranan penting dalam mendorong investasi pada infrastruktur baru dan persaingan antar perusahaan lokal dengan perusahaan di negara turis lainnya.
3.      Pariwisata menstimulasi industri-industri lainnya, baik secara langsung, tidak langsung maupun efek stimulasi.
4.      Pariwisata memberikan kontribusi untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan.
5.      Pariwisata bisa menimbulkan eksploitasi yang positif dari skala ekonomis (economies of scale) perusahaan-perusahaan nasional
6.      Pariwisata adalah faktor penting untuk difusi pengetahuan teknis, stimulasi riset dan pengembangan, dan akumulasi modal sumber daya manusia.
2.1.2. Dampak Negatif Pariwisata
Pariwisata juga membawa implikasi negatif terhadap negara tujuan wisata (host country) dan komunitas daerahnya. Pengaruh negatif tersebut antara lain adalah :
1.      Terjadinya leakages impor dan ekspor, penurunan pendapatan pekerja dan penerimaan bisnis lokal. Leakage impor meliputi pengeluaran impor untuk peralatan, makanan dan minuman, serta produk-produk lain yang tidak bisa dipenuhi oleh host country, yang sesuai dengan standar pariwisata internasional. Leakage ekspor adalah aliran keluar keuntungan yang diraih oleh investor asing yang mendanai resorts dan hotel. Para investor asing mentransfer penerimaan atau keuntungan pariwisata keluar dari host country.
2.      Adanya batasan manfaat bagi masyarakat daerah yang terjadi karena pelayanan kepada turis yang serba inklusif. Keberadaan paket wisata yang “serba inklusif” dalam industri pariwisata—dimana segala sesuatu tersedia, termasuk semua pengeluaran—didefinisikan menurut ukuran turis internasional dan memberikan lebih sedikit peluang bagi masyarakat daerah untuk memperoleh keuntungan dari pariwisata.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RAFTING DI SUNGAI ELO MAGELANG

Agar perjalanan liburan bersama keluarga di kawasan wisata Borobudur, Kabupaten Magelang, menjadi lebih lengkap, tak dapat dilewatkan pengal...