Rabu, 31 Mei 2017

KUMPULAN KHUTBAH JUM'AT


EQUILIBRIUM
DALAM KEHIDUPAN





 
 
Khutbah Vol : 375/1-10/A                                                           1 Januari 2010  / 16 Muharram 1431 H
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. أَمَّا بَعْدُ؛
Ma’asyiral Hadirun rahimakumullah;
Alhamdulillah marilah segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah kepada kita sekalian, sehingga kita dapat menjalankan aktifitas kehidupan kita dengan baik dan sempurna. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Saw. yang telah menuntun ummat manusia ke jalan yang penuh rahmat dan keberkahan yakni jalan yang diridhoi Allah atau shiratal mustaqim.

Kaum Muslimin Rahimakumullah;
Agama Islam memandang bahwa manusia adalah makhluk paling mulia diantara makhluk-makhluk Allah lain yang telah diciptakanNya. Hal ini dapat kita ketahui dari firman Allah yang menyebutkan:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“ dan sungguh telah kami ciptakan manusia itu dengan sebaik-baik ciptaan” (QS.Al-Thin:4).
Kemuliaan manusia berbeda dengan kemuliaan malaikat yang sangat sempurna. Hampir tidak ada setitik dosapun yang dilakukan oleh malaikat karena malaikat adalah makhluk yang tidak memiliki kecenderungan material dan hawa nafsu. Lain halnya dengan Manusia dengan segala kekurangan yang dimilikinya ia masih dapat dikatakan sebagai makhluk paling mulia kalau saja ia dapat menjaga keseimbangan kehidupan materialnya dengan kehidupan spiritualnya, antara kebutuhan jasmani dengan kebutuhan rohani, yakni dengan senantiasa menjalankan iman dan amal sholeh. Namun apabila manusia tidak dapat mengimbangi kehidupannya dengan iman dan amal sholeh, maka manusia tidak lagi menjadi makhluk paling mulia, melainkan seperti yang disebutkan Allah ta’ala:
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
“ kemudian kami kembalikan ia ke-dalam derajat paling rendah sekali, kecuali mereka yang memiliki iman dan melakukan amal shaleh, maka bagi mereka itu pahala yang tiada putus” (QS.al-Thin: 4).

Sidang jum’at rahimakumullah;
Keberhasilan manusia bukan dinilai pada keahliannya dalam memenuhi kebutuhan hidup materialnya saja tanpa berupaya mengembangkan kekuatan rohaniahnya berupa peningkatan iman dan amal shaleh. Manusia dituntut untuk menjaga keseimbangan antara kekuatan materi dan kekutan rohaninya agar memperoleh derajat dan memiliki kualitas ummat terbaik dengan sejumlah keberhasilannya dalam segala segi kehidupan. Dalam Islam ditetapkan bahwa manusia yang paling baik adalah manusia yang menduduki tempat sebagai “ummatan wasatha” yakni ummat pertengahan agar dengan demikian dapat menjadi “syuhada’” yang artinya saksi, sebab kata syuhada adalah jama’ dari kata sya-hid.

Dalam al-Qur’an Allah ta’ala berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنتَ عَلَيْهَا إِلاَّ لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلاَّ عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللّهُ وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللّهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar nyata bagi Kami siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”. (QS. Al-Baqarah:143)
Ayat di atas meskipun pada mulanya berbicara mengenai perpindahan kiblat, dimana kaum muslimin diuji sedalam mana keimanannya dan sekuat apa komitmennya terhadap Allah dan RasulNya. Namun pada hakekatnya manusia diharuskan agar dapat menempati posisi sebagai “ummatan wasatha” yakni ummat pertengahan yang memiliki keberimbangan dan adil. Dalam arti yang lebih luas dapat kita gambarkan bahwa posisi manusia yang seimbang itu adalah : senantiasa bersikap seimbang dalam segala hal dan menghindari sikap berlebihan, juga dalam segala hal. Serta,  senantisa bersikap adil dalam setiap situasi dan kondisi dimanapun dan kapan pun.

Sidang jum’at rahimakumullah;
Di dalam al-Qur’an misalnya sering kali kita menemui perintah Allah kepada manusia agar bersikap seimbang misalnya dalam ayat yang artinya: “Damaikanlah saudara-saudaramu” dan firman Allah “Jika kamu menerapkan hukum kepada manusia, terapkanlah secara adil”, dan banyak ayat-ayat lain yang menerangkan hal tersebut.
Dalam beberapa ayat di dalam al-Qur’an sering kita lihat betapa penggunaan kata-kata dalam ayat, Allah menggunakan dengan komposisi seimbang. Misalnya kata-kata al-maut (mati) disebutkan dalam jumlah yang sama dengan al-hayah (hidup) yakni masing-masing 145 kali. Kata-kata al-akhirah (akhirat) disebutkan dalam jumlah yang sama dengan al-dunya (dunia) yakni masing-masing 115 kali. Kata-kata syaitan disebutkan dalam jumlah yang sama dengan al-malaikat, yakni masing-masing 88 kali. Kata-kata syukur juga disebutkan dalam jumlah yang sama dengan musibah, yakni 75 kali.
Isyarat al-Qur’an diatas menjelaskan sekali lagi kepada kita bahwa dalam Islam dituntut sikap seimbang, sehingga Abdullah Yusuf Ali, menjelaskan kata “syuhada’” yang merupakan bentuk jama’ dari kata “sya-hid” yang artinya saksi”, maksudnya adalah : 1) agar manusia menjadi pemimpin untuk membawa umat manusia ke arah keselamatan dan keberhasilan,  2) agar hendaknya manusia itu menjadi penengah yang baik ditengah-tengah kelompoknya, baik dalam kondisi damai maupun yang sedang mengalami konflik, 3) agar hendaknya manusia dapat menjadi pemberi solusi bagi pemecahan masalah yang dihadapi oleh masyarakat atau manusia secara keseluruhan.

Ma’asyiral muslimin yang dirahmati Allah;
Sebagai penutup khutbah dapat simpulkan bahwa Islam memerintahkan kita agar bersikap seimbang, dan oleh karenanya hendaklah manusia selalu berharap taufiq dari Allah, agar dalam menyelenggarakan kehidupan kita selalu mendapat panduan dan tuntunan dari Allah. Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber dari segala petunjuk yang harus selalu diaplikasi dan digunakan dalam menjalani kehidupan, sebab dengan demikian manusia akan senantiasa mendapat ridha dari Allah berupa keberkahan dan kesuksesan dalam hidup.
Disamping itu, agar manusia senantiasa mendapat petunjuk, ia harus melakukan upaya-upaya yang bias mendekatkan diri seseorang kepada Allah. Amalan-amalan seperti rajin bershadaqah, berpuasa dan sholat-sholat sunnah, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآياَتِ وّالذِّكْرِ الحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah ke-II
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ ... أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
 اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ ,رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. وَغَافِرَ الذُّنُوْبِ وَالْخَطِيْئَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن………. عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.


KEHIDUPAN YANG BERKAH DAN BERKUALITAS





 
 
Khutbah Vol : 376/1-10/                                            9 Januari 2010 / 23 Muharram 1431H
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ , إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، بَعَثَهُ رَبُّهُ هَادِياً وَمُبَشِّراً وَنَذِيْراً، وَدَاعِياً إِلَى اللهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجاً مُنِيْراً، صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْماً كَثِيْراً. أَمَّا بَعْدُ؛
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah;
Alhamdulillah segala puji kita persembahkan kehadirat Allah, atas limpahan rahmat dan berkah yang tiada terhingga kepada setiap hambaNya yang sholeh. Sholawat dan salam kita persembahkan keharibaan junjungan Nabi Besar Muhammad saw, yang telah menuntun ummat ini meniti jalan yang benar yakni jalan yang diridhoi dan penuh berkah. Marilah kita sama-sama bersungguh-sungguh dalam menjalankan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah swt, semoga dengan demikian akan mendatangkan kehidupan yang berkah sebagai balasannya.

Jama'ah kaum muslimin yang kami muliakan dan dirahmati Allah ;
Salah satu ciri kehidupan yang berkualitas adalah kehidupan yang berkah. Berkah (barokah) adalah istilah dalam Al-Qur’an yang menggambarkan sisi positif yang bersifat abstrak atau tidak dapat diraba, namun dapat membuat manusia merasa lapang dan bahagia dalam hidupnya. Belum tentu orang yang sukses dari sisi materi bisa bahagia dalam hidupnya, justru mereka yang hidup sederhana dan apa adanya, karena beroleh keberkahan hidup, ia bisa lebih bahagia daripada orang yang banyak materinya. Ini dikarenakan hidupnya berkah karena ia selalu mengaitkan apa yang dialami dalam hidup ini sebagai bagian dari pemberian Allah, yang senantiasa ia syukuri dan diterima dengan ikhlas dan kelapangan hati.
Kehidupan yang berkah sangat penting bagi kehidupan manusia, sehingga itulah sebabnya, kata-kata “berkah” yang ada dalam Al-Qur’an dan kata-kata yang memiliki akar kata yang semakna dengan berkah, diulang Allah sebanyak 32 kali.
Sekali lagi ini menunjukkan betapa kuat dorongan Allah kepada manusia agar berusaha meraih keberkahan itu. Sebab banyak orang yang mencapai keberhasilan secara material, akan tetapi karena tidak adanya keberkatan, akhirnya kesuksesan material tersebut, justru menggiringnya dalam kenestapaan, malapetaka, dan kehampaan hidup. Meski tidak jarang, ada juga orang yang berhasil secara material namun juga berhasil dari sisi keberkahan. Dan inilah kehidupan yang sebenarnya, yang harus kita upayakan agar dapat diraih disamping upaya meraih keberhasilan material, harus diiringi dengan upaya-upaya meraih keberkahan.

Kaum muslimin siding jum’at yang dirahmati Allah;
Secara bahasa, kata “berkah” artinya “an-nama’ waz-ziyadah” artinya “tumbuh dan berkembang”. Namun secara istilah, kata berkah berarti “kebaikan yang bersumber dari Allah yang merupakan ketetapanNya” ketetapan atas kebaikan yang diberi Allah ini diibaratkan seperti tetapnya air dalam telaga atau seperti keberkahan atas keimanan dan ketaqwaan yang dijalankan seseorang dengan penuh kesungguhan.
Firman Allah ta’ala:



“Sekiranya penduduk bumi beriman dan bertaqwa, akan Kami limpahkan kepada mereka keberkatan dari langit dan dari bumi, akan tetapi bila mereka berdusta akan Kami balas kedustaannya”. (QS.7/al-A’raf: 96).
Dalam kisah yang terdapat di dalam al-Qur’an S. al-A’raf, 7:137, diceritakan tentang Umat Nabi Su’aib mendapat malapetaka berupa jauh dari keberkatan karena mereka tidak mau beriman kepada Allah. Juga diceritakan tentang Bani Israil karena kesabaran yang mereka miliki dari penindasan Fir’aun, akhirnya Allah memberi keberkatan berupa daerah-daerah yang subur, yang sebelumnya mereka kuasai.

Kaum muslimin rahimakumullah;
Keberkahan merupakan “Al-khair al-ilahi” atau kebaikan yang bersumber dari Allah. Terkadang kemunculannya tanpa diduga (la yuhtasab) dan tak terhitung pada segi kehidupan, baik yang bersifat materi maupun non materi. Dan keberkatan yang bersifat materi itu pun nanti akan bermuara juga kepada keberkatan non materi dan kehidupan akhirat. Maka oleh sebab itu keberkatan yang dianugerahkan Allah kepada manusia bisa berbentuk dalam berbagai aspek kehidupan, yang secara rinci dapat kita uraikan sebagi berikut:
Pertama, keberkahan dalam keturunan, yang ditandai munculnya generasi-generasi yang kuat dan handal di segala bidang, Seperti yang dialami oleh Nabi Ibrahim As yang memiliki putera-putera yang handal baik dari sisi keimanan seperti Nabi Ismail hingga anak-cucu keturunannya dan seterusnya hingga Nabi Muhammad saw yang merupakan Imamul Anbiya’ (penghulu seluruh Nabi).
Kedua, keberkatan dalam soal makanan tidak hanya dipandang dari segi kualitas gizi yang ada dalam kandungan makanan yang dapat memberikan pertumbuhan dan kesehatan bagi manusia. Manusia boleh menikmati makanan apa saja, tetapi dibatasi untuk tidak melampaui batas (QS.al-A’raf, 7:31). Makanan yang dinikmati itu haruslah yang halal dan bergizi, (halalan thayyiban) agar mendatangkan keberkatan bagi tubuh, berupa keselamatan dan kecerdasan, sebagaimana disebutkan dalam (QS. al-Baqarah:168, al-Ma’idah:88, dan ayat-ayat lainnya).
Ketiga, keberkatan dalam hal waktu, seperti dijadikannya waktu seseorang begitu lapang serta cukup baginya untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Waktu yang berkah akan diberikan Allah sebagai balasan kepada mereka yang mempergunakan waktunya untuk berusaha menegakkan agama Allah. Sebagaimana Firman Allah dalam QS.92/al-Lail: 4-7.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah;

Al-Qur’an dalam mengungkapkan kata berkah pada umumnya mengungkapkan bentuk kata jamak (plural), ini dikarenakan bahwa sesungguhnya keberkatan itu terdapat dalam berbagai aspek kehidupan termasuk kepuasan hati dalam menerima dan memanfaatkan nikmat yang diberikan Allah. Orang-orang yang diberi keberkatan/ kebajikan yang berlimpah disebut “Mubarak”, dan agar manusia memperoleh keberkatan tersebut, maka Allah memerintahkan:

1)      Percaya dan selalu mengikuti petunjuk Al-Qur’an dalam segala usaha dan aktifitas yang dilakukannya serta tidak pernah mengingkarinya (Q.S.6/al-An’am:66).
2)      Selalu bersyukur atas segala pemberian Allah dengan cara memanfaatkannya untuk kepentingan orang banyak (QS.50/Qaf:9).
3)      Tidak memandang rendah orang lain, sebab di sisi Allah saja manusia adalah sama dan sejajar, dengan demikian akan muncul rasa tolong menolong yang membawa pada keberuntungan (QS.22/al-Nur:61)
4)      Mementingkan keseimbangan antara dunia akhirat, jasmani dan rohani.
5)      Memiliki kesungguhan kerja dan keikhlasan dalam melakukan tugas-tugasnya.

Kaum muslimin rahimakumullah;

Sebagai penutup dari uraian khutbah diatas dapat kita simpulkan bahwa keberkatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam memamandang kesuksesan. Orang yang belum memperoleh keberkatan dipandan tidak sukses meskipun secara materi sudah cukup dikatakan sebagai orang sukses. Maka harus disadari perlunya kesungguhan, bersyukur atas anugrah Allah, serta menyadari pula pentingnya rasa kebersamaan akan membuat hidup semakin berkah.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ،
أَمَّا بَعْدُ؛
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ،  إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ, رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَاْرحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُونَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفُ رَّحِيْمٌ، رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ .
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ. أَقِيْموُاالصَّلآة !



MENGHILANGKAN KEKHAWATIRAN TERHADAP
HAL YANG MUNGKIN TERJADI



 
 
Khutbah Vol : 377/1-10/                                                        16 Januari 2010 / 30 Muharram 1431H
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ  وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن.أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ، وَأُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
Maasyiral Hadirin rahimakumullah ;
Segala puji dan syukur kita persembahkan kehadirat Allah Swt., atas rahmat dan hidayahNya sehingga dapat menjalankan aktifitas kegiatan kita dengan baik. Shalawat beriring salam kehadirat junjungan Nabi Besar Muhammad saw., yang telah menuntunkan kepada manusia pola kehidupan yang menjamin kebahagiaan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat.

Hadirin yang berbahagia;
Salah satu sikap negatif manusia adalah berkeluh kesah dan khawatir terhadap kemungkinan-kemungkinan yang didasari karena berbagai hal. Munculnya kekhawatiran itu, bisa disebabkan karena kurang ikhlas dalam menerima ketentuan Allah atau dikarenakan lemahnya iman dan keyakinan seseorang. Kekhawatiran juga muncul dikarenakan seringnya musibah dan bencana menimpa masyarakat, baik musibah di udara, di laut dan di darat seperti yang banyak kita saksikan belakangan ini.
Banyak penyebab bencana tersebut terjadi, adakalanya memang akibat ulah manusia, akibat kondisi alam yang kurang bersahabat, dan bisa juga merupakan hukuman dari yang Kuasa atas kesalhan manusia, seperti maraknya kemaksiatan, merajalelanya kezaliman, serta dosa-dosa lainnya yang telah melampaui batas.
Kekhawatiran akan petaka dan musibah semakin tumbuh dalam benak manusia dan merebak kemana-mana, ditambah lagi pernyataan sejumlah ahli geologi yang menyebutkan bahwa di Indonesia potensi gempa sangat besar dan hampir info gempa selalu dimuat di internet maupun media massa yang menerangkan bahwa di suatu daerah terjadi gempa dengan kerusakan maupun tidak diikuti dengan kerusakan.
Tentu saja informasi demikian menimbulkan berbagai kekhawatiran, meskipun apa yang dikhawatirkan itu ada yang tidak terjadi atau tidak menelan korban. Seperti juga disebutkan dalam kitab Taurat bahwa kebanyakan hal yang ditakuti itu bisa tidak terjadi. Artinya, kebanyakan sesuatu yang ditakuti dan dikhawatirkan manusia tidak akan terjadi, akan tetapi tetap diperlukan sikap antisipasi dan perhitungan-perhitungan ilmiah agar apabila musibah itu benar-benar terjadi, tidak menimbulkan kerugian yang besar.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah;
Keadaan ini membuat kita perlu memeriksa bagaimana umat Islam menyikapi hal-hal yang apabila mungkin terjadi. Seorang penyair mengatakan: “Aku berkata pada kalbuku, saat didera rasa takut yang mengejutkan, bergembiralah sebab kebanyakan hal yang kau takuti adalah dusta”.
Lebih lanjut Aidh al-Qarni mengatakan dalam kitabnya “LA TAHZAN”: “manakala sebuah peristiwa tejadi pada diri anda, atau anda mendengar ramalan tentang suatu bencana. anda tak perlu resah, cemas, dan bersedih. Sebab berita-berita dan kemungkinan-kemungkinan itu tidaklah benar. Jika anda yang mampu mengubah takdir, pastilah anda akan mencarinya. Namun, jika tidak, maka tinggal bagaimana takdir itu anda sikapi”.

Kaum Muslimin rahimakumullah;
Sebagai seorang muslim, kita perlu mensikapi takdir itu dengan kembali pada keimanan dan keislaman kita, bagaimana Allah swt mendorong sikap manusia untuk tidak perlu mengkhawatirkan hal-hal yang akan terjadi, sebagaimana firman Allah ta’ala :
فَسَتَذْكُرُونَ مَا أَقُولُ لَكُمْ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya” (QS.40/Al-mukmin: 44) .
Untuk itu ada beberapa upaya yang perlu kita persiapkan untuk mengantisipasi kekhawatiran itu diantaranya sebagai berikut :
Pertama, bahwa manusia tidak mungkin lari dari takdir Allah, sama halnya dengan manusia tidak mungkin menghindar dari kekhawatiran. Oleh karenanya yang perlu dilakukan manusia adalah menguatkan keyakinan bahwa Allah SWT selalu menyayangi hamba-hambaNya. Tidak ada satupun siksaan yang ditimpakan Allah kepada manusia diluar kesanggupan manusia untuk memikulnya, dan tidak ada satu musibah yang tidak didasarkan pada kasih sayang hamba-hambaNya. Inilah salah satu sikap dan prinsip yang harus ditanamkan dalam hati seorang mukmin.
Sikap kedua, dibutuhkan ketegaran manusia dalam mengikis kekhawatiran yang mendera yakni dengan berprilaku baik dan tetap dalam rutinitas amal ibadah. Senantiasa berusaha memberi dan berbagi bagi tegaknya kebenaran dan ajaran Allah. Dengan sikap demikian dipastikan seorang muslim dapat menghalau kekhawatirannya.
Sikap ketiga adalah pengayaan jiwa dengan senantiasa memandang segala kejadian di atas bumi Allah ini secara kacamata agama. Kalau cara pandang manusia terhadap dunia bersifat agamis, yaitu dunia dipandang sebagai bukan tujuan, tetapi sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, maka hati tidak akan pernah gentar, sebab rahmat Allah selalu menyertai hambaNya yang tetap dalam berbuat kebaikan, sebagaimana Firman Allah Swt :
إِنَّ رَحْمَتَ اللّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya Rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS. 7 / Al- A’raf : 56).
Dunia ini adalah indah jika disikapi dengan perbuatan positif, sebagaimana setiap keburukan yang mungkin terjadi apabila ditanggapi dengan benar justru akan melahirkan keuntungan dan kebaikan yang besar.
Seorang penyair mengatakan : “Kapan dunia akan ceria membawa kebaikan untukmu, kalau kau tidak rela dengan pergulatan hidup, tidakkah kau lihat batu mutiara itu mahal, bukankah mutiara itu dikeluarkan dari lautan yang asin”.
Dari itu dapatlah kita simpulkan bahwa dunia yang indah ini harus dilewati dengan keteguhan dan kesabaran agar membuat manusia hidup tenang dan bahagia.

Sidang Jum’at rahimakumullah;
Sebagai penutup khutbah ini dapat kita simpulkan bahwa, apapun yang mungkin terjadi pada diri manusia adalah ketentuan Allah. Maka sebagai hambaNya kita harus berkeyakinan bahwa bisa saja sesuatu yang menakutkan itu akan membuat diri kita cemas, atau bisa juga mendatangkan kegembiraan dan kebahagiaan. Dan setiap ummat yang kuat berpegang teguh pada kita sucinya dan sunnah RasulNya, maka tidak ada kekhawatiran pada dirinya dan tidak pernah bersedih hati. Allah ta’ala dalam sebuah ayat telah berfirman:
فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.  (QS.6/al-an’am:48).

َبارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، اَلْمُتَعَالِيْ عَنِ الْمُشَارَكَةِ وَالْمُشَاكَلَةِ لِسَائِرِ الْبَشَرِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْمُعْتَبَرُ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ قَدِيْمًا. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
 اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ وَغَافِرَ الذُّنُوْبِ وَالْخَطِيْئَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَز
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ.
 رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَاللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ وَأَجَلُّ وَأَعْظَمُ وَأَكْبَرُ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.
TEOLOGI PERDAGANGAN



 
 
Khutbah Vol : 378/1-10/D                                                               23 Januari 2010 / 07 Shafar 1431H
   اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي جَعَلَ عِبَادَةَ الْحَجِّ وَعِيدَ اْلأَضْحَى مِنْ شَعَائِرِ اللهِ وَإِحْيَاءَهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْـكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِْينَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، ، أُوْصِيكُم وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Jama'ah kaum muslimin yang kami muliakan dan dirahmati Allah ;
Syukur alhamdulillah kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah memberikan rahmat dan nikmatNya kepada kita semua. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Rasulullah Saw. yang telah menuntun manusia menuju alam yang penuh berkah dan rahmat ini. Pada kesempatan jum’at yang berbahagia ini, marilah kita dekatkan diri kita kepada Allah ta’ala dengan senantiasa bertaqwa kepadaNya melalui aktifitas yang dijalankan menepati atau sesuai dengan rambu-rambu dan apa yang telah digariskan Allah untuk kebaikan kita.

Sidang jum’at yang dirahmati Allah;
Mungkin tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa tidak ada agama yang memiliki perhatian yang demikian serius dan sistematis mengenai kerja dan perdagangan yang melebihi perhatian agama Islam. Agama ini telah mewajibkan setiap orang untuk bekerja, sehingga orang yang menganggur, betapapun ia memiliki uang ia tetap berdosa. Walaupun sudah tercukupi semua kebutuhannya, keharusan bekerja tetap ada pada seseorang. Tidak cukup alasan bagi insan muslim untuk menganggur meskipun ia tidak mengharapkan untuk mendapat hasil atau “inkam” dari jerih payahnya bekerja. Sebab jikapun ada hasil yang ia peroleh, walau ia tidak begitu berharap karena uangnya berlebih, ia tetap saja diharuskan untuk berinfak atas sebahagian pendapatannya kepada orang lain. Yang jelas tidak ada peluang bagi orang yang beriman untuk menganggur dan tidak berkerja betapapun seorang yang berada. Sedemikian pentingnya kerja itu sehingga Rasulullah saw. menggambarkannya dalam sebuah hadits:
طَلَبُ الحَلاَلُ فَرِيْضَةٌ بَعْدَ اْلفَرِيْضَةِ
“Bekerja mencari yang halal itu suatu kewajiban sesudah kewajiban beribadah.” (HR.Thabrani dan Baihaqi)
Kewajiban pokok setiap orang adalah shalat, sebab di dalamnya terdapat keyakinan dan pernyataan ketundukan kepada Allah, namun setelah sholat itu ditunaikan (ba’da al-faridhah) maka kerja yang halal adalah wajib pula di implementasinya setelah shalat. Kalau seorang pedagang, maka ia wajib membetulkan timbangan, bertasamuh (lemah lembut) dalam berjual beli, atau dengan kata lain bekerja mencari yang halal adalah konsekuensi dari keyakinan dan pernyataan ketaatan kepada Allah. Dengan demikian ia juga merupakan kewajiban sesudah kewajiban menjalankan shalat.

Kaum muslimin rahimakumullah;
Bekerja dan berdagang adalah kegiatan yang menempati posisi strategis dalam Islam dibanding dengan usaha-usaha lain. Rasulullah Saw memberi gambaran yang memposisikan usaha perdagangan begitu sangat strategis sebagaimana sabda beliau :
“Perhatikan olehmu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu terdapat sembilan dari sepuluh pintu rezki” (HR.Ahmad).
Maksud hadits tersebut, sepuluh pintu rizki dibuka oleh Allah, sembilan diantaranya ada di dunia perdagangan. Allah membuka sepuluh pintu bagi semua manusia  untuk mendapatkan harta, dan sembilan diantaranya di buka untuk dunia dagang. Secara simpel dapat dipahami betapa Rasulullah memberi penilaian lebih terhadap usaha perdagangan dibanding usaha lain, sebab Rasulullah SAW sendiri melakukan aktifitasnya dalam bidang ini.

Ma’asyiral hadirin rahimakumullah;
Bila dikaji lebih  dalam, hadits Rasulullah mengenai pentingnya perdagangan ini, memberi arti positif karena dari usaha perdagangan itu terdapat banyak kesempatan untuk melakukan kebajikan bagi mereka yang berkecimpung di dalamnya. Sejalan dengan itu pula bahwa disamping luasnya peluang melakukan kebaikan, peluang untuk melakukan kecurangan di dalamnya juga sangat memungkinkan. Maka jika saja kita hubungkan dengan sabda Rasulullah yang memberi penghargaan besar kepada para pedagang yang benar, maka dapat kita maklumi mengapa ia disetarakan derajatnya dengan orang-orang sholeh. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
اَلتَّاجِرُ الصَّدُوْقُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَ الشُّهَدَاءِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
"Pedagang yang jujur dan amanah akan tinggal bersama para nabi, para shiddiq dan para syuhada di hari kiamat” (HR.Turmudzi dan Ibnu Majah).
Pada sisi lain Rasulullah dalam sebuah hadits juga mengancam, bahwa jika para pedagang itu curang, dan menempuh peluang-peluang kejahatan dalam perdagangan itu, maka ancamannya juga sangat berat, yakni tidak diakui sebagai golongan kaum muslimin. Sebagaimana diterima dari Abu Hurairah ra. Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang mengacungkan senjatanya (memberontak) kepada kami, maka bukanlah dari golongan kami, dan barang siapa berlaku curang kepada kami (dalam berjual beli) juga bukanlah golongan kami” (HR. Muslim).
Hadits diatas lebih mempertegas bahwasanya pedagang yang tidak membaguskan timbangan dan takaran, mengelabuhi pembeli dengan barang yang rusak ataupun palsu, berarti tidak memnampakkan akhlaknya sebagai seorang muslim, sehingga oleh Rasulullah orang ini disejajarkan dengan orang yang mengacungkan senjata (memberontak) kepada Nabi (Islam), dan artinya berseberangan prinsip dengan apa yang telah ditetapkan sehingga Nabi menganggap bukan golongan beliau.
Itulah sebabnya Islam mengajarkan kepada kita Etika dalam perdagangan, diantaranya adalah:
1.      Bersikap jujur, dan ini merupakan fondasi dari nilai perdagangan secara keseluruhan.
2.      Memiliki kesadaran penuh untuk tidak berlaku curang  karena didorong oleh kemauan kuat dari diri sendiri, bukan karena takut karena pengawasan orang lain.
3.      Apa yang diperdagangkan adalah barang yang halal, baik dan bukan palsu atau berbau tipuan. Dan jika barang yang diperdagangkan adalah berbentuk makanan maka selain halal dari segi bahan-bahan yang digunakan, namun juga harus diperhatikan kehalalan dalam proses pengolahannya. Rasulullah saw. seperti dalam sebuah hadits menyebutkan : “Orang yang paling rugi dihari kiamat kelak adalah orang yang mencari harta secara tidak halal, sehingga menyebabkan ia masuk neraka” (HR.Bukhari).
4.      Bersikap atau berpenampilan lembut dan penuh tatakrama dalam berjual beli. Rasulullah memberikan pedoman agar pembeli dan penjual masing-masing harus bersikap harmonis, akrab, dan penuh persaudaraan, serta menghindari dari pertengkaran atau perselisihan. Sebagaimana diterima dari Jabir r.a. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Allah mengasihi seseorang yang murah dalam menjual, mudah dalam membeli, dan lapang dada dalam menagih hutang” (HR. Bukhari).
Hadits diatas tidak semata-mata diartikan sebagai keharusan seorang pedagang memberi pelayanan yang bagus kepada konsumen, namun sekaligus megharuskan adanya kewajiban seimbang dari pembeli agar memperhatikan pula etika dan tatakrama dalam membeli, yakni tidak arogan, sombong dan bersikap keras. Jika masing-masing memperhatikan etika dalam berjual beli maka akan tercipta keharmonisan dan kebaikan dalam bermu’amalah dan bermasyarakat. Islam adalah agama rahmat yang mengatur kehidupan manusia secara luas termasuk pada aspek kerja dan perdagangan, agar memberi kesejukan, kedamaian dan keselamatan ditengah kehidupan sosial.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ،
أَمَّا بَعْدُ؛
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ،  إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ, رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَاْرحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُونَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفُ رَّحِيْمٌ، رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ .
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ. أَقِيْموُاالصَّلآة !

MENINGKATKAN KOMITMEN MUSLIM PADA AKTIFITAS PERDAGANGAN



 
 
Khutbah Vol : 379/1-10/E                                                                30 Januari 2010 / 14 Shafar 1431H
   اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي جَعَلَ عِبَادَةَ الْحَجِّ وَعِيدَ اْلأَضْحَى مِنْ شَعَائِرِ اللهِ وَإِحْيَاءَهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْـكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِْينَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، ، أُوْصِيكُم وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Hadirin siding jum’at rahimakumullah;
Marilah kita bersyukur kepada Allah ta’ala atas nikmat yang telah dilimpahkan kepada kita serta tidak lupa pula marilah kita bersholawat kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw, seorang Rasul yang telah mengajarkan kepada kita upaya-upaya dalam meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah diantaranya adalah dengan menegakkan nilai-nilai Islam ditengah-tengah kehidupan kita, apapun tugas dan profesi yang kita tekuni agar tercipta kehidupan yang harmonis dan penuh keberkahan.

Sidang jum’at yang dirahmati Allah
Salah satu aspek kehidupan manusia yang mendapat dukungan dan motivasi yang demikian kuat dari Islam adalah kegiatan perdagangan. Dan hal ini banyak disinggung oleh ayat dan hadits Rasul yang bericara mengenai betapa pentingnya aktifitas ekonomi dalam ajaran Islam. Allah SWT berfirman :
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan Riba” (QS.2/al-Baqarah: 275)
Bahkan dalam beberapa ayat di dalam al-qur’an mengisyaratkan bahwa hubungan manusia dengan Tuhan bersifat perdagangan. Sementara itu, selain mengajarkannya melalui praktek dalam kehidupan. Sebagai pedagang, Rasulullah SAW juga menempatkan posisi aktifitas perdagangan sebagai aktifitas yang mulia. Hanya saja dalam kenyataannya saat ini sebagian besar umat Islam lebih banyak dikuasai pihak lain dan kurang menguasai perdagangan, sehingga banyak ummat Islam yang menganggap kegiatan perdagangan harus dihindari bahkan adapula yang mengaggap lebih etis kalau tidak membicarakan perdagangan di majlis-majlis pengajian bahkan mengaggap lebih baik apabila tidak dibincangkan di dalam masjid. Namun pada sisi lain, kita menjadi dilematis sebab di satu sisi kita harus dan diwajibkan untuk menegakkan ajaran Islam di segala hal, maka mengingat banyaknya praktek-praktek perdagangan yang keluar dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan agama, sehingga mau tidak mau kita harus membicarakan perdagangan menurut Islam sebab banyak umat Islam yang tidak mengerti bahwa pada hakekatnya ajaran islam itu harus ditegakkan dalam segala sendi kehidupan termasuk di dunia perdagangan sebagai bagian dari da’wah untuk dapat tetap menegakkan syi’ar dan kebenaran Islam.

Sidang jum’at rahimakumullah;
Posisi aktifitas perdagangan dalam kemajuan Islam cukup berpengaruh sekali, dengan menguasai aktifitas perdagangan merupakan bagian dari perintah agama agar ummat Islam berperan aktif diberbagai aspek kehidupan manusia.
Rasyid Ridha, seorang pemikir modern dan ulama Islam pernah mengedepankan pendapatnya mengenai peran strategis perdagangan ini. Menurutnya : “Pedagang muslim adalah para pembuat kehidupan dan merekalah sebaik-baik pembuat, bahkan mereka adalah guru dari pembuat. Saya fatwakan bahwa barangsiapa yang memiliki 365 roti dan satu botol cuka sebagai lauknya, dan juga memiliki 1095 kurma, maka haram baginya untuk menjadi pegawai negeri. Hendaklah dia turun ke pasar melakukan transaksi dan berlomba mencari harta”.
Oleh sebab itu perdagangan merupakan bagian dari pelaksanaan ajaran Islam, sebab disamping shalat, zakat, haji, dan pengentasan kemiskinan, perdagangan juga merupakan kegiatan yang harus diperhatikan agar tidak menyimpang dari ajaran Islam. Apalagi perdagangan merupakan interaksi langsung yang melibatkan banyak manusia dan terjadi dalam kehidupan keseharian manusia sehingga memiliki dampak yang cukup luas.

Kaum muslimin rahimakumullah;
Kiranya tidak dapat kita elakkan lagi bahwa perdagangan merupakan salah satu aspek yang serius dan harus ditekuni oleh ummat Islam sebab dengan kekuatan ekonomi akan menjadi sarana pendukung kemajuan da’wah Islam. Tugas da’wah bagi seorang mukmin tidak hanya dibebankan bagi para da’i, kyai, ustadz atau tokoh-tokoh agama saja. Setiap orang wajib berda’wah sesuai dengan bidang profesi yang ditekuninya, jika seorang berprofesi sebagai pekerja atau pedagang, maka harus diusahkan agar apa yang ia tekuni itu menjadi bagian dari da’wah.
Umat Islam harus turun ke medan-medan perdagangan, sesuai dengan kemampuannya. Jika kebetulan ia sebagai tukang pikul di pelabuhan ia harus bertekad di suatu hari ia harus menjadi pedagang sebab banyak studi, pengamatan dan perbandingan, menyebutkan bahwa kegiatan perdagangan semakin menjanjikan di masa datang.

Sidang jum’at rahimakumullah;
“Mengapa kalian tidak jadi pedagang, padahal Nabi kalian adalah pedagang yang ulet dan berhasil?” demikian kata Prof. Sutan Takdir Ali Syahbana kepada para mahasiswanya dalam satu pertemuan. Memang kalau diamati secara seksama persoalan sangat serius yang dihadapi ummat Islam adalah keterbelakangan ekonomi. Dan hal ini seringkali disebabkan lemahnya keinginan mereka untuk menjadi pedagang atau menjadi pelaku ekonomi. Terlebih lagi  ada yang memahami bahwa agama harus dipisahkan dari dunia ekonomi, karena adanya hadis-hadis yang mengisyaratkan agar seseorang untuk tidak mengejar dunia. Dan untuk menghindari dampak agar ummat Islam tidak terjebak dalam praktek riba sebagaimana lazimnya terjadi dalam dunia ekonomi, sehingga para ahli tasauf sering mengaggap bahwa terjun ke dunia ekonomi dapat meghilangkan keteguhan iman seseorang. Padahal dalam sejarah disebutkan bahwa Nabi Muhammad yang menekuni aktifitas hidupnya secara serius sebagai pedagang, baik bersama pamannya Abu Thalib, maupun bersama Siti Khadijah, yang kemudian menjadi isterinya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah;
Untuk itu persoalan ekonomi bagi ummat Islam harus dimasukkan dalam pemahaman agama yang benar, agar kita tidak ketinggalan atau bahkan tertindas akibat kegagalan ekonomi karena memang dunia ini Allah hamparkan aneka rezeki yang cukup luas. Tanpa pilih kasih, siapa saja yang terampil berusaha, dialah yang berhak mendapatkannya. Sebaliknya, umat Islam yang tidak bisa bersaing, tetap saja ketinggalan.
Ibarat orang menebar pakan ikan di kolam. Meskipun pakan diperuntukkan untuk ikan emas peliharaan, tapi kalau ada jenis ikan lain yang bukan peliharaan lebih gesit, maka ikan itulah yang beruntung, sementara ikan emas peliharaan sendiri, tetap saja kurus.
Maka, sering kita mendengar keluhan. "Saya ini kurang bagaimana, shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lain saya jalani, toh tetap saja hidup melarat. Sementara orang lain hidupnya senang, rezekinya mudah”.
Satu hal mungkin kita lupa, letak kelemahan kita adalah dalam hal ikhtiar. Menurut pendapat seorang ulama dari Pakistan, Mohammad Iqbal mengatakan "Binalah dirimu sedemikian rupa, sebelum Tuhan menentukan takdir buat kamu? Artinya, sebesar apa kesadaran kita berikhtiar dalam rangka mencari rezeki, maka seperti itulah takdir yang kita terima.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ،
أَمَّا بَعْدُ؛
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ،  إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ, رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَاْرحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُونَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفُ رَّحِيْمٌ، رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ .
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ. أَقِيْموُاالصَّلآة !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RAFTING DI SUNGAI ELO MAGELANG

Agar perjalanan liburan bersama keluarga di kawasan wisata Borobudur, Kabupaten Magelang, menjadi lebih lengkap, tak dapat dilewatkan pengal...