MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA BERWAWASAN MULTIKULTURAL
Dosen Pembimbing : Dr. Usman,SS ,
M.Ag
Disusun Oleh :
Dwi Afriyanto/ PAI A
(16410072)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Dengan
mnyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang Pendidikan Multikultural
Makalah ilmiah ini telah kami susun
dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu menyampaikan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik deri segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini. Kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memeberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… I
KATA PENGANTAR…………………………………………………….…..II
DAFTAR ISI………………………………………………………………….III
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………….IV
B. Rumusan Masalah………………………………………………….V
C. Tujuan………………………………………………………………V
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Multikulturalisme …………………….1
B.
Pendekatan
Multikultural Dalam Pendidikan Agama………...2
C.
Karakteristik
dan Asumsi Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural…………………………………………………...4
D.
Orientasi Dalam
Pendidikan Agama Berwawasan Multikulturalisme………………………………………………9
BAB II PENUTUP
A.
Kesimpulan ……………………………………………………12
B.
Saran…………………………………………………………...12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan multikulturalisme
itu mengisyaratkan adanya perbedaan. Namun, pada hakikatnya apabila kemajemukan
dan multikulturalisme dikelola dengan baik dan tepat maka hal tersebut akan
menghasilkan energy yang besar.
Namun, Indonesia sendiri memiliki banyak etnis, suku, budaya,
agama, dan kebiasaan. Hal tersebut akan membuat adanya kesenjangan yang pasti
terjadi dalam masyarakat dan ini adalah salah satu potensi yang jahat dari
masyarakat yang bercirikan pluralisme seperti Indonesia.
Dengan pendidikan multikulturalisme yang digagas oleh pakar yang
memiliki shared concern terhadap Indonesia, suatu pendidikan yang
dirancang khusus utnuk menciptakan struktur dan proses yang membuka kesempatan
sama pada semua ekspresi kultural, komunitas peradaban maupun individu senyatanya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
pendidikan multikulturalisme itu ?
2.
Bagaimana
penedekatan multikultural dalam pendidikan agama?
3.
Bagaimana
karakteristik dan asumsi pendidikan agama berwawasan multikultural ?
4.
Bagaimana
orientasi dalam pendidikan agama multikulturalisme ?
C.
Tujuan
1.
Untuk memahami
pendidikan multikulturalisme.
2.
Mengetahui
seperti apa pendekatan multikulturalisme dalam pendidikan agama.
3.
Mengetahui
karakteristik dan asumsi pendidikan agama berwawasan multikultural.
4.
Memahami
orientasi dalam pendidikan agama multikulturalisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Multikulturalisme
Masyarakat multikultural sendiri adalah bercampur baurnya penduduk
dunia yang mampu memberikan tekanan pada isitem pemerintahan, pendidikan, dan
ekonomi yang telah mapan untuk berubah.[1]. sedangkan
untuk pengertian pendidikan multikultural Azyumardi Azra mendefinisikan sebagai pendidikan untuk atau tentang
keragaman kebudayan dalam merespon perubahan demografi dan kultur lingkungan
masyarakat tertentu atau bahkan demi secara keseluruhan.[2]
Ada dua istilah penting yang berdekatan secara makna dan merupakan
suatu perkembangan yang sinambung, yakni pendidikan multiteknik dan pendidikan
multikultural. “Pendidikan multiteknik” sering dipergunakan didunia pendidkkan
sebagai suatu usaha sistematik dan berjenjang dalam rangka menjembatani
kelompk-kelompok rasial dan kelompok-kelompok etnik yang berbeda dan memiliki
potensi untuk melairkan ketegangan dan konflik. Sementara itu istilah
“pendidkan multikultural” memeperluas payung pendidikan multi teknik sehingga
memasukan isu-isu lain seperti relasi geder, hubungan antar agama, kelompok
kepentingan, serta bentuk-bentuk lan dari keragaman[3].
Pendidikan multikultural adalah suatu cara utnuk mengajarkan
kergaman. Pendidikan multikultral menghendaki rasionalisasi etnis, intelektual,
sosial dan pragmatis secara inter-relatif, yaitu mengajarkan ideal-ideal
inklusivisme, pluralisme, dan saling menghargai semua orang dan kebudayaan
merupakan imperative humanistk yang menjadi prasyarat bagi kehidupan etis dan
partisipasi sipil secara penuh dalam demokrasi multikutural dan dunia manusia
yang beragam, mengintregasikan studi tentang fakta-fakta, sejarah, kebudayaan,
nilai-nilai, struktur, prespektif, dan kontribusi semua kelompok kedalam
kurikulum sehingga dapat membangun pengetahuan yang lebih kaya, kompleks, dan
akurat tentang kondisi kemanusiaan didalam dan melintasi kontes waktu, ruang
dan kebudayaan tertentu.[4]
Pendidikan multikultural mempersiapkan siswa untruk aktif sebagai
warga negara dalam masyarakat yang secara etnik, kultural, dan agama beragam.
Pendidikan ini diperuntukan semua siswa, tanpa memandang latar belakng
etnisitas, agama, dan kebudayaan. Ia memberikan keuntungan pada siswa berupaya
sosialisasi dalam konteks kebudayaan dalam mainstream maupun minoritas. Dalam
pendidikan multikultral, semua pengalaman dan sejarah kelompok-kelompok
kultural dihargai dan diajarkan dalam sekolah, yang menguatkan integritas dan
pentignya kelompok-kelompok tersebut dan kelompok-kelompok siswa yang
mengidentifikasi dengan pemahaman multikultural, semua siswa memeperoleh
kemampuan untuk memfungsikan dirinya secara efektif dalam situasi lintas
budaya, lintas agama, dan lintas etnik[5].
B.
Pendekatan
Multikultural dalam Pendidikan Agama
Ada beberapa pendekatan yang bisa
digunakan untuk mengembangkan dalam rangka mengajarkan pendidikan agama yang
diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran pluralitas-multikultural pada peserta
didik di antaranya[6]:
1.
Pendekatan Historis
Pendelatan
ini mengandaikan bahwa materi pendidikan agama yang diajrkan kepada peserta
didik dengan menengok kembali kebelakang maksudnya adalah agar pendidik dan
peserta didik mempunyai kerangka berpikir yang komplik untuk bisa
merefleksikana dimasa sekarang maupun mndatang. Pendidikan melalui historis
harus dilakukan secara kritis dan dinamis, dalam pengertian seseorang pendidik
harus mampu menjadikan peserta didik sebagai piak yang memiliki kedudukan sama
sehingga berhak mengkritik penddikan atas yang telah dikemukaan.
2.
Pendekatan
Sosiologis
Pendekatan
ini mengandaikan terjadinya “kontekstualisasi” atas apa yang pernah menjadi
sebelumnya. Dalam rangka berpikir Islam, kontekstuaisasi diidentikan dengan
itihad. Dengan pendekatan sosiologis pendidikan agama akan menjadi lebih
aktual.
3.
Pendekatan
Kultural
Pendekatan
ini merupakan pendekatan dalam pendidikan aqidah yang menekankan aspek
autentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan pendekatan kultural, peserta
didik akan memahami apa yang seharusnya menjadi tradisi dan yang mana autentik
dan orisisnil. Pendekatan ini akan bermanfat untuk menyelidiki secara mendalam
berkaitan dengan masih bercampur aduknya antara yang orisinil dengan
tradisi-tradisi Arrabia, sehingga umat Islam banyak yang salah memahami antara
yang tradisi dengan Islam.
4.
Pendekatan
Psikologis
Pendekatan
ini untuk memperhatikan situasi psikolog/kejiwaan secara tersendiri dan
mandiri. Artinya masing-masingpeserta didik dilihat sebagi manusia mandiri dan
unik degan karakter dan kemampuan yang dimilikinya.
5.
Pendekatan
Estetik
Pendekatan
estetik dalam agama akan menjadikan peserta didik memiliki sifat-sifat yang
santun, damai ramah dan mencintai keindahan. Dalam respektif ini, pelajaran
agama islam tidak didekati denga secara doktrinal yang cenderung menekankan
adanya “otoritas-otoritas” kebenaran agama, tetapi lebih apresiatif terhadap
gejala-gejala yang terjadi ditengah masyarakat yang dilihat sebagi bagian dari
dinamika hidup yang bernilai seni dan estetika.
6.
Pendekatan
Berspektif Gender
Pendekatan
ini sebenarnya merupakan pendekatan yang tidak membedakan peserta didik dari
aspek jenis kelamin. Dengan demikian pendekatan ini sangat manusiawi.
7.
Pendekatan
Filosofis
Pendekatan
ini menekankan pentingnya menghargai akal manusia. Akal pikiran merupakan potensi
besar manusia yang dapat didayagunakan sebagai alat untuk menyingkap dan
menggali hikmah dari realitas. Filsafat bersumber dari akal sehat dengan
merenungkan secara mendalam terhadap segala hal yang berkaitan dengan manusia,
alam kehidupan dan Tuhan.
Perubahan paradigma dalam penddikan
diyakini sebagai suatu kehasrusan dalam rangka memepertimbangkan perkembangan
kontemporer yang menggambarkan sofistikasi kehidupan. Pendidkkan mutikultural
menghendaki suatu kerangka kerja yang menjadi landasan kokoh dalam teori dan
praktek. Perubahan utama yang patut dikedepankan adalah menyangkut
transformasi dari pengakuan atas
persamaan hak menuju tegaknya keadilan. Persamaan hak di antara semua manusia
memang sebuah kebutuhan hidup, namun dalam persamaaan boleh jadi masih ada
kemungkinan terbukanya ketidaksamaan kesempatan, sehingga perbedaan kesempatan
itulah yang melahirkan ketidak adilan dimana-man, pendindasan atas mereka
yangsecara natural, strktural maupun kultural tidak berdaya, dan menguntungkan
mereka yang sudah berdaya. Dalam konteks ini, pendidikan ultikultural perlu
memperoleh penguatanjawaban atas pokok, apakah setiap siswa yang masuk sekolah
memiliki kesempata yang sama untukmembentuk dirinya secara penuh tanpa eandang
ras, etnisitas, gender, orientasi seksual, agama, status ekonomi, bahsa,
kemampuan, dan ketidakmampuan.
C.
Karakteristik
dan Asumsi Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural.
Pendidikan
agama berwawasan multikultural mengusung
pendekatan dialogis untuk menamakan kesadaran hidup bersama dalam keragaman dan
perbedaan pendidikan ini dibangun atas spirit
reslai kesetaraan dan kesederajatan, saling percaya, saling memaami, dan
menghargai kesamaan, perbedaan, keunikan, dan interdendensi.
Pendidikan multikultural salah
dipahami sebagai pendidikan yang hanya memasukan isu-isu etnik atau rasial.
Sebenarnya pendidikan multikultural itu mempromosikan kesempatan yang sama
dalam sekolah, pluralisme kultural, alternative gaya hidup, dan menghargai
mereka yang berbeda dan mendukung keadilan kekuasaan dianatara semua kelompok.
Tujuan menyeluruh dari program ini
adalah untuk membuat siswa mampu belajar menghargai dan menilai diri sendiri
dan orang lain, mengapresiasi kesalingkaitan orang-orang dalam masyarakat,
mengetahui tentang dan memahami apa yang menjadi milik bersama dan apa yang
berbeda dari tradisi-tradisi kultural mereka, dan mengapresiai bagiamana
kinflik dapat ditangani dengan cara-cara nirkekerasan[7].
Kesimpulan mengenai apa itu
pendidikan mulikultural khususnya dalam konteks pendidikan agama adalah sebagai
berikut[8]:
1.
Belajar hidup
dalam perbedaan
Selama
ini pendidikan konvensional hanya bersandar pada tiga pilar utama yang menopang
proses dan produk pendidikan nasional, yakni how to know, how to do, dan
how to be. Disinalah signifikasi hadirnya pilar keempat untuk melengkapi
tiga pilar lainya, yaitu how to live and work together with others. Penamaan
pilar keempat sebagai suatu jalinan komplementer terhadap tiga pilar lainya
dalampraktek pendidikan meliputi proses:
a.
Pengembangan
sikap toleran, empati, dan simpati yang merupakan prasyarat esensialbagi
keberhasilan koeksistensi dan proeksisitensi dalam keragaman agama.
b.
Klarifikasi
nilai-nilai kehidupan bersama menurut pespektif agama-agama.
c.
Pendewasaan
emosional.
d.
Kesetaraan
dalam partisispasi.
e.
Kontrak sosial
baru dan aturan main kehidupan bersama anatar agama.
2.
Membangun rasa
saling percaya
Rasa
saling percaya adalah salah satu modal sosial terpenting dalam penguatan
kultural masyarakat madani
3.
Memelihara
saling pengertian
Saling
memahami adalah kesadaran bahwa nilai-nilai mereka dan kita dapat berbeda dan
mungkin saling melengkapi serta meberi kontribusi terhadp relasi yang dinamis
dan hidup, sehingga oposan merupakan mitra yang saling melengkapi dan kemitraan
menyatukan kebenaran-kebenaran parsial dealam suatu relasi
4.
Menjunjung
sikap saling menghargai
Sikap
ini mendudukan semua manusia dalam relasi kesataaran, tidak ada superioritas
maupun inferioritas.
5.
Terbuka dalam
berpikir
Kematangan
berpikir merupakan salah satu tujuan penting pendidikan. Pendidikan seyoganya
memberikan pengetahuan baru tentang bagaimana berpikir dan bertindak bahkan
mengadopsi dan mengadaptasi sebagian pengetahuan baru itu pada dirinya.
6.
Apresiasi dan
interdependensi
Pendidikan
agama perlu membagi kepedulian tentang apresiasi dan interdependensi, umat
manusia dari berbagai tradisi agama-agama,
7.
Resolusi
konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan
Konflik
antar agama adalah kenyataan yang tak terbantahkan dari masa lalu dan masa kini
kita. Namun, konflik ini harus dikurangi sedemikian rupa karena dengan satu
atau lain alasan, konflik berarti mengangkangi nilai-nilai agama tentang
persaudaraan dan persatuan universal umat manusia. Dalam situasi konflik,
pendidikan agama harus hadir untuk menyuntikan spirit dan kekuatan spiritual
sebagai sarana integrasi dan kohesi
sosial, ia juga menawarkan angin segar bagi kedamaian dan perdamaian.
Pendidikan multikultural dibangun
atas dasar asumsi-asumsi khas yang merupakan kesinambungan dan perubahan dari
konsep pendidikan sebelumnya. Pendidikan multikulturalisme menekankan pada
upaya penanaman dan penumbuhkembangan kedewasaan dalam menghadapi pluralisme
dan multikulturalisme yang muatanya meliputi multireligi, multikultural,
multietnik, relasi gender, dan multiideologi. Oleh karena itu, Pendidikan agama
berwawasan multikultural memiliki beberapa asumsi pokok yang menjadi
karakteristiknya. Berikut ini merupakan beberapa asumsi kunci yang menjadi
tinanda pendidikan multikultural[9].
1.
Inovasi dan
revormasi belajar
Wacana dan praktek pendidikan semacam ini menekankan
multikulturalisme sebagai suatu kemungkinan dan kesempatan untuk saling belajar
tentang, mempersiapkan untuk dan merayakan pluralitas agama dan etnik serta
kultural melalui dunia pendidikan. Pendidikan agama merupakan suatu pelabuhan
bagi keragaman suara dalam masyarakat multi agama dan tempat mempertemukan
impian berbagai agama agar menjadi kenyataan. Oleh karena itu, pendidikan agama
berwawasan multikultural perlu melakukan inovasi dan reformasi dalam beberapa
wilayah utama sebagai berikut:
a.
Integrasi dan
komprehensi muatan
b.
Kontruksi
penegtahuan baru
c.
Persamaan
kesempatan dalam pendidikan
d.
Redaksi dan
prasangka buruk dan rasisime
e.
Penyadaran akan
bias
f.
Meluruskan bias
gender
g.
Mengeliinasi
Stereotip
h.
Pemebnahan
struktur pendidikan
2. Identifikasi dan Pengakuan akan pluralitas
Dalam berbagai situasi, yang membedakan kelompok-kelompok adalah
perbedaan agama dalam pola budaya serta peran sosial yang ebrasal dari agama.
Pendidikan multikultural mengasumsikan perlunya identifikiasi dan pengakuan akan eksistensi agama-agama, termasuk etnik
dan budaya. Identitas manusia seperti dinyatakan Charles Taylor, sebagaian
dibentuk oleh pengakuan atau ketiadaanya, sering juga oleh salah pengakuan,
sehingga person atau kelompok orang dapat mengalami penderitaan dan distoros,
jika orang atau masyarakay yang mengelilinginya berkaca kembali pada mereka
untuk menjelaskan atau mendapat gambaran tentang diri mereka sendiri.
3. Perjumpaan Lintas Batas
Kesadaran multikultural akan kehidupan yang beragam mengandaikan
suatu proses merasakan dan mengalami transformasi relasi antar dunia untuk
memiliki kepekaan yang melampaui hidup, melampaui ikatan dab batas-batas dunia
kita sendiri menuju dunia yang sangat berbeda dan kembali kedunia sendiri
dengan horizon yang kaya makna. Perjumpaan lintas batas, dengan demikian,
mendorong orang mengalami kegairahan dalam penemuan, dalam mengalami pandangan
dunia yang baru dan berbeda, mempunyai pemahman dunia baru tentang dunia lain,
sebuah realitas dan bentuk kehidupan alternatif.
4. Interdependensi dan Kerjasama
Kesdaran semacam ini hendak menciptakan kesatuan kreatif di mana
keragaman tidak dimusnahkan, tetapi justru diintensifkan. Kesatuan kreatif
mendasarkan diri pada dinamika alam. Teilhard menyatrakan bahwa dalam dominan
kehidupan apapun-apakah berupa sel-sel tubuh, anggota-anggota masyarakat atau
unsur-unsur sisetis spiritual-terdapat union difference.
1.
Pembelajaran Efektif
Pemahaman semacam ini dapat dicapai dengan menganalisis proses
pendidikan dari berbagai prespektif kultural sehingga dapat menanggtalkan
kebutaan yang menekankan pendidikan pada pengalaman budaya dominan. Pendidikan
agama berwawasan multikultural mengandaikan suatu pengajaran yang efektif (effective
teaching) dan belajar aktif (active learning) dengan memperhatikan
keragaman agama-agama siswa.
6. Proses Interaksi
Pendidikan
multikultural bagaimanapun menempatkan kesetaraan sebagai prinsip utam dalam
interaksi kesalingan (mutual interaction) sebagai bingkai hubungan
sosial didalam dan diluar kelas.
D.
Orientasi dan Transformasi dalam Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural
Pendidikan multikultural idealnya bertujuan untuk
mempromosikan kesadaran kultural, kesempatan yang sama dalam belajar, bagi
semua individu dan kelompok masyarakat, mempromosikan identitas diri sekaligus
mendorong kesatuan melalui keragaman.
Berikut ini[10]:
1. Orientasi pendidikan
a. Orientasi muatan
Pendidikan
multikultural berorientasi muatan dapat dikembangkan melalui beberapa cara.
Meminjam empat kerangka dari J.A. Banks, reformasi kurikulum dapat didekati
melalui beerapa pendekatan: Pertama, pendekatan kontributif adalah pendekatan
yag paling sedikit keterlibatanya dalam reformasi pendidikan multikultural.
Pendekatan ini dilakukan dengan cara menseleksi bku-buku teks wajib atau
anjuran dan aktivitas-aktivitas tertentu seperti hari-hari libur, hari-hari
pahlawan dan pristiwa-pristiwa tertentu dari berbagai macam kebudayaan. Kedua,
pendekatan aditif dalam program berorientasi muatan ini mengambil bentuk
penambahan muatan-muatan, konsep-konsep, tema-tema, dan prespektif-prespektif
keadalam kurikulum tanpa mengubah struktur dasarnya. Ketiga, pendekatan
transformative yang secara actual berupaya mengubah struktur kurikulum dan
mendorong siswa-siswa untuk melihat dan meninjau kembali konsep-konsep,
isu-isu, tema-tema, dan problem-problem lama, kemudian memperbarui pemahaman dari
berbagai prespektif dan sudut pandan etnik. Keempat, pendekatan aksi sosial
yang mengkombinasikan pendekatan transformatif dengan aktivitas-aktivitas yang
berupaya untuk melakukan perubahan sosial.
2.
Orientasi siswa
Program
berorientasi siswa dimaksudkan untuk meningkatkan capaian akademik dari
kelompok-kelompok tersebut, meskipun pada saat itu mereka tidak merasakan dan
atau melibatkan diri dalam perubahan ekstensif muatan kurikulum. Program ini
dirancang bukan untuk mentransformasikan kurikulum atau konteks sosial
pendidikan, tapi untuk membantu para siswa secara kultural dan keagamaan untuk
melakukan transisi kedalam mainstream pendidikan. Dengan cara ini, program
perlu melihat latar belakang kultural dan keagamaan para siswa. Dengan
sendirinya program ini dapat mengambil beberapa bentuk: a) program yang
menggunakan penelitian gaya belajar berbasis kultur keagamaan dalam upaya
menentukan cara pengajaran mana yang dapat digunakan untuk kelompok siswa
tertentu; b) program litas batas, studi bersama antar agama, studi bersama
antar etnik; studi bersama antar gender.
3.
Orientasi
sosial
Penekanan
program ini pada upaya melakukan reformasi persekolahan (scholing) dan konteks
kultural dan politik dari persekolahan, yang tujuanya bukan untuk memperluas
capaian akademik maupun meningkatkan pengetahuan multikultural, namun utnuk
memberikan pengaruh luas pada peningkatan toleransi kultural, agama dan etnik
serta mereduksi bias, stereotip, dan prasangka sosial yang tumbuh dan berakar
dalam masyarakat. Orientasi program semacam ini meliputi bukan hanya
program-program yang didesain untuk merestrukturisasi dan menghilangkan
segregasi sekolah-sekolah, namun juga program-program yang dirancang untuk
meningkatkan semua bentuk kontak dan perjumpaan (encounters) antaragama,
antaretnik, antarkultu
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan multikultural adalah suatu cara utnuk mengajarkan
kergaman dan menghendaki rasionalisasi etnis, intelektual, sosial dan pragmatis
secara inter-relatif, yaitu mengajarkan ideal-ideal inklusivisme, pluralisme,
dan saling menghargai semua orang dan kebudayaan. Selain itu, pendidikan multikultural juga mempersiapkan
siswa untruk aktif sebagai warga negara dalam masyarakat yang secara etnik,
kultural, dan agama beragam. Pendidikan ini diperuntukan semua siswa, tanpa
memandang latar belakng etnisitas, agama, dan kebudayaan. Praktek pendidikan
tersebut menekankan multikulturalisme sebagai suatu kemungkinan dan kesempatan
untuk saling belajar tentang, mempersiapkan untuk dan merayakan pluralitas
agama dan etnik serta kultural melalui dunia pendidikan. Sedangkan untuk
tujuannya sendiri pada idealnya untuk mempromosikan kesadaran kultural,
kesempatan yang sama dalam belajar, bagi semua individu dan kelompok
masyarakat, mempromosikan identitas diri sekaligus mendorong kesatuan melalui
keragaman.
Sudah seahrusnya bangsa Indonesia bisa lebih memanfaatkan keberagaman
sebagai suatu potensi yang baik, yang menjadikan bangsa ini tumbuh dengan satu
kesatuan yang utuh tanpa adanya konflik dan saling toleransi satu sama lain.
B.
Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh
dari kata sempurna, kepadanya penulis akan lebih focus dan details dalam
menjelaskan tentang maklah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang
tentunya dapat dipertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau
saran terhadap penulisa juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari
bahasan makalah yang telah dijelaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Zakiyuddin
Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga,
2005)
Imron Mashadi, Pendidikan
Agama Islam Dalam Prespektif Multikulturalisme (Jakarta: Balai Litbang
Agama. 2009)
[1] Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta:
Erlangga, 2005), hal. 1
[2]
Imron Mashadi, Pendidikan Agama Islam Dalam Prespektif Multikulturalisme
(Jakarta: Balai Litbang Agama. 2009), hal. 48
[3] Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta:
Erlangga, 2005), hal. 6-7
[4] Ibid.,
hal. 8
[6]
Ngainun Naim & Achmad Sauki, Pendidikan Multikultural Konsep dan
Aplikasi,(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 215-218
[7] Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural,
(Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 78
[8] Ibid., hal., 78-85
[9] Ibid., hal., 85
[10] Ibid.,
108-116
Tidak ada komentar:
Posting Komentar