Kamis, 13 April 2017

Makalah Pendidikan Multikultural

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA BERWAWASAN MULTIKULTURAL



Dosen Pembimbing : Dr. Usman,SS , M.Ag
Disusun Oleh :
Dwi Afriyanto/ PAI A
(16410072)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017


KATA PENGANTAR
Dengan mnyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Pendidikan Multikultural
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik deri segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memeberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… I
KATA PENGANTAR…………………………………………………….…..II
DAFTAR ISI………………………………………………………………….III
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang…………………………………………………….IV
B.      Rumusan Masalah………………………………………………….V
C.      Tujuan………………………………………………………………V
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Multikulturalisme …………………….1
B.     Pendekatan Multikultural Dalam  Pendidikan Agama………...2
C.     Karakteristik dan Asumsi Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural…………………………………………………...4
D.    Orientasi Dalam Pendidikan Agama Berwawasan Multikulturalisme………………………………………………9
BAB II PENUTUP
A.    Kesimpulan ……………………………………………………12
B.     Saran…………………………………………………………...12
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan multikulturalisme itu mengisyaratkan adanya perbedaan. Namun, pada hakikatnya apabila kemajemukan dan multikulturalisme dikelola dengan baik dan tepat maka hal tersebut akan menghasilkan energy yang besar.
Namun, Indonesia sendiri memiliki banyak etnis, suku, budaya, agama, dan kebiasaan. Hal tersebut akan membuat adanya kesenjangan yang pasti terjadi dalam masyarakat dan ini adalah salah satu potensi yang jahat dari masyarakat yang bercirikan pluralisme seperti Indonesia.
Dengan pendidikan multikulturalisme yang digagas oleh pakar yang memiliki shared concern terhadap Indonesia, suatu pendidikan yang dirancang khusus utnuk menciptakan struktur dan proses yang membuka kesempatan sama pada semua ekspresi kultural, komunitas peradaban maupun individu senyatanya.
B.            Rumusan Masalah
1.      Apakah pendidikan multikulturalisme itu ?
2.      Bagaimana penedekatan multikultural dalam pendidikan agama?
3.      Bagaimana karakteristik dan asumsi pendidikan agama berwawasan multikultural ?
4.      Bagaimana orientasi dalam pendidikan agama multikulturalisme ?
C.            Tujuan
1.      Untuk memahami pendidikan multikulturalisme.
2.      Mengetahui seperti apa pendekatan multikulturalisme dalam pendidikan agama.
3.      Mengetahui karakteristik dan asumsi pendidikan agama berwawasan multikultural.
4.      Memahami orientasi dalam pendidikan agama multikulturalisme.



 BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Pendidikan Multikulturalisme
Masyarakat multikultural sendiri adalah bercampur baurnya penduduk dunia yang mampu memberikan tekanan pada isitem pemerintahan, pendidikan, dan ekonomi yang telah mapan untuk berubah.[1]. sedangkan untuk pengertian pendidikan multikultural Azyumardi Azra mendefinisikan sebagai pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayan dalam merespon perubahan demografi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan demi secara keseluruhan.[2]
Ada dua istilah penting yang berdekatan secara makna dan merupakan suatu perkembangan yang sinambung, yakni pendidikan multiteknik dan pendidikan multikultural. “Pendidikan multiteknik” sering dipergunakan didunia pendidkkan sebagai suatu usaha sistematik dan berjenjang dalam rangka menjembatani kelompk-kelompok rasial dan kelompok-kelompok etnik yang berbeda dan memiliki potensi untuk melairkan ketegangan dan konflik. Sementara itu istilah “pendidkan multikultural” memeperluas payung pendidikan multi teknik sehingga memasukan isu-isu lain seperti relasi geder, hubungan antar agama, kelompok kepentingan, serta bentuk-bentuk lan dari keragaman[3].
Pendidikan multikultural adalah suatu cara utnuk mengajarkan kergaman. Pendidikan multikultral menghendaki rasionalisasi etnis, intelektual, sosial dan pragmatis secara inter-relatif, yaitu mengajarkan ideal-ideal inklusivisme, pluralisme, dan saling menghargai semua orang dan kebudayaan merupakan imperative humanistk yang menjadi prasyarat bagi kehidupan etis dan partisipasi sipil secara penuh dalam demokrasi multikutural dan dunia manusia yang beragam, mengintregasikan studi tentang fakta-fakta, sejarah, kebudayaan, nilai-nilai, struktur, prespektif, dan kontribusi semua kelompok kedalam kurikulum sehingga dapat membangun pengetahuan yang lebih kaya, kompleks, dan akurat tentang kondisi kemanusiaan didalam dan melintasi kontes waktu, ruang dan kebudayaan tertentu.[4]
Pendidikan multikultural mempersiapkan siswa untruk aktif sebagai warga negara dalam masyarakat yang secara etnik, kultural, dan agama beragam. Pendidikan ini diperuntukan semua siswa, tanpa memandang latar belakng etnisitas, agama, dan kebudayaan. Ia memberikan keuntungan pada siswa berupaya sosialisasi dalam konteks kebudayaan dalam mainstream maupun minoritas. Dalam pendidikan multikultral, semua pengalaman dan sejarah kelompok-kelompok kultural dihargai dan diajarkan dalam sekolah, yang menguatkan integritas dan pentignya kelompok-kelompok tersebut dan kelompok-kelompok siswa yang mengidentifikasi dengan pemahaman multikultural, semua siswa memeperoleh kemampuan untuk memfungsikan dirinya secara efektif dalam situasi lintas budaya, lintas agama, dan lintas etnik[5].

B.            Pendekatan Multikultural dalam Pendidikan Agama
Ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan untuk mengembangkan dalam rangka mengajarkan pendidikan agama yang diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran pluralitas-multikultural pada peserta didik di antaranya[6]:
1.      Pendekatan Historis
Pendelatan ini mengandaikan bahwa materi pendidikan agama yang diajrkan kepada peserta didik dengan menengok kembali kebelakang maksudnya adalah agar pendidik dan peserta didik mempunyai kerangka berpikir yang komplik untuk bisa merefleksikana dimasa sekarang maupun mndatang. Pendidikan melalui historis harus dilakukan secara kritis dan dinamis, dalam pengertian seseorang pendidik harus mampu menjadikan peserta didik sebagai piak yang memiliki kedudukan sama sehingga berhak mengkritik penddikan atas yang telah dikemukaan.
2.      Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini mengandaikan terjadinya “kontekstualisasi” atas apa yang pernah menjadi sebelumnya. Dalam rangka berpikir Islam, kontekstuaisasi diidentikan dengan itihad. Dengan pendekatan sosiologis pendidikan agama akan menjadi lebih aktual.
3.      Pendekatan Kultural
Pendekatan ini merupakan pendekatan dalam pendidikan aqidah yang menekankan aspek autentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan pendekatan kultural, peserta didik akan memahami apa yang seharusnya menjadi tradisi dan yang mana autentik dan orisisnil. Pendekatan ini akan bermanfat untuk menyelidiki secara mendalam berkaitan dengan masih bercampur aduknya antara yang orisinil dengan tradisi-tradisi Arrabia, sehingga umat Islam banyak yang salah memahami antara yang tradisi dengan Islam.
4.      Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini untuk memperhatikan situasi psikolog/kejiwaan secara tersendiri dan mandiri. Artinya masing-masingpeserta didik dilihat sebagi manusia mandiri dan unik degan karakter dan kemampuan yang dimilikinya.
5.      Pendekatan Estetik
Pendekatan estetik dalam agama akan menjadikan peserta didik memiliki sifat-sifat yang santun, damai ramah dan mencintai keindahan. Dalam respektif ini, pelajaran agama islam tidak didekati denga secara doktrinal yang cenderung menekankan adanya “otoritas-otoritas” kebenaran agama, tetapi lebih apresiatif terhadap gejala-gejala yang terjadi ditengah masyarakat yang dilihat sebagi bagian dari dinamika hidup yang bernilai seni dan estetika.
6.      Pendekatan Berspektif Gender
Pendekatan ini sebenarnya merupakan pendekatan yang tidak membedakan peserta didik dari aspek jenis kelamin. Dengan demikian pendekatan ini sangat manusiawi.
7.      Pendekatan Filosofis
Pendekatan ini menekankan pentingnya menghargai akal manusia. Akal pikiran merupakan potensi besar manusia yang dapat didayagunakan sebagai alat untuk menyingkap dan menggali hikmah dari realitas. Filsafat bersumber dari akal sehat dengan merenungkan secara mendalam terhadap segala hal yang berkaitan dengan manusia, alam kehidupan dan Tuhan.
Perubahan paradigma dalam penddikan diyakini sebagai suatu kehasrusan dalam rangka memepertimbangkan perkembangan kontemporer yang menggambarkan sofistikasi kehidupan. Pendidkkan mutikultural menghendaki suatu kerangka kerja yang menjadi landasan kokoh dalam teori dan praktek. Perubahan utama yang patut dikedepankan adalah menyangkut transformasi  dari pengakuan atas persamaan hak menuju tegaknya keadilan. Persamaan hak di antara semua manusia memang sebuah kebutuhan hidup, namun dalam persamaaan boleh jadi masih ada kemungkinan terbukanya ketidaksamaan kesempatan, sehingga perbedaan kesempatan itulah yang melahirkan ketidak adilan dimana-man, pendindasan atas mereka yangsecara natural, strktural maupun kultural tidak berdaya, dan menguntungkan mereka yang sudah berdaya. Dalam konteks ini, pendidikan ultikultural perlu memperoleh penguatanjawaban atas pokok, apakah setiap siswa yang masuk sekolah memiliki kesempata yang sama untukmembentuk dirinya secara penuh tanpa eandang ras, etnisitas, gender, orientasi seksual, agama, status ekonomi, bahsa, kemampuan, dan ketidakmampuan.

C.           Karakteristik dan Asumsi Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural.
Pendidikan agama berwawasan  multikultural mengusung pendekatan dialogis untuk menamakan kesadaran hidup bersama dalam keragaman dan perbedaan pendidikan ini dibangun atas spirit reslai kesetaraan dan kesederajatan, saling percaya, saling memaami, dan menghargai kesamaan, perbedaan, keunikan, dan interdendensi.
Pendidikan multikultural salah dipahami sebagai pendidikan yang hanya memasukan isu-isu etnik atau rasial. Sebenarnya pendidikan multikultural itu mempromosikan kesempatan yang sama dalam sekolah, pluralisme kultural, alternative gaya hidup, dan menghargai mereka yang berbeda dan mendukung keadilan kekuasaan dianatara semua kelompok.
Tujuan menyeluruh dari program ini adalah untuk membuat siswa mampu belajar menghargai dan menilai diri sendiri dan orang lain, mengapresiasi kesalingkaitan orang-orang dalam masyarakat, mengetahui tentang dan memahami apa yang menjadi milik bersama dan apa yang berbeda dari tradisi-tradisi kultural mereka, dan mengapresiai bagiamana kinflik dapat ditangani dengan cara-cara nirkekerasan[7].
Kesimpulan mengenai apa itu pendidikan mulikultural khususnya dalam konteks pendidikan agama adalah sebagai berikut[8]:
1.      Belajar hidup dalam perbedaan
Selama ini pendidikan konvensional hanya bersandar pada tiga pilar utama yang menopang proses dan produk pendidikan nasional, yakni how to know, how to do, dan how to be. Disinalah signifikasi hadirnya pilar keempat untuk melengkapi tiga pilar lainya, yaitu how to live and work together with others. Penamaan pilar keempat sebagai suatu jalinan komplementer terhadap tiga pilar lainya dalampraktek pendidikan meliputi proses:
a.       Pengembangan sikap toleran, empati, dan simpati yang merupakan prasyarat esensialbagi keberhasilan koeksistensi dan proeksisitensi dalam keragaman agama.
b.      Klarifikasi nilai-nilai kehidupan bersama menurut pespektif agama-agama.
c.       Pendewasaan emosional.
d.      Kesetaraan dalam partisispasi.
e.       Kontrak sosial baru dan aturan main kehidupan bersama anatar agama.
2.      Membangun rasa saling percaya
Rasa saling percaya adalah salah satu modal sosial terpenting dalam penguatan kultural masyarakat madani
3.      Memelihara saling pengertian
Saling memahami adalah kesadaran bahwa nilai-nilai mereka dan kita dapat berbeda dan mungkin saling melengkapi serta meberi kontribusi terhadp relasi yang dinamis dan hidup, sehingga oposan merupakan mitra yang saling melengkapi dan kemitraan menyatukan kebenaran-kebenaran parsial dealam suatu relasi
4.      Menjunjung sikap saling menghargai
Sikap ini mendudukan semua manusia dalam relasi kesataaran, tidak ada superioritas maupun inferioritas.
5.      Terbuka dalam berpikir
Kematangan berpikir merupakan salah satu tujuan penting pendidikan. Pendidikan seyoganya memberikan pengetahuan baru tentang bagaimana berpikir dan bertindak bahkan mengadopsi dan mengadaptasi sebagian pengetahuan baru itu pada dirinya.
6.      Apresiasi dan interdependensi
Pendidikan agama perlu membagi kepedulian tentang apresiasi dan interdependensi, umat manusia dari berbagai tradisi agama-agama,
7.      Resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan
Konflik antar agama adalah kenyataan yang tak terbantahkan dari masa lalu dan masa kini kita. Namun, konflik ini harus dikurangi sedemikian rupa karena dengan satu atau lain alasan, konflik berarti mengangkangi nilai-nilai agama tentang persaudaraan dan persatuan universal umat manusia. Dalam situasi konflik, pendidikan agama harus hadir untuk menyuntikan spirit dan kekuatan spiritual sebagai sarana integrasi  dan kohesi sosial, ia juga menawarkan angin segar bagi kedamaian dan perdamaian. 
Pendidikan multikultural dibangun atas dasar asumsi-asumsi khas yang merupakan kesinambungan dan perubahan dari konsep pendidikan sebelumnya. Pendidikan multikulturalisme menekankan pada upaya penanaman dan penumbuhkembangan kedewasaan dalam menghadapi pluralisme dan multikulturalisme yang muatanya meliputi multireligi, multikultural, multietnik, relasi gender, dan multiideologi. Oleh karena itu, Pendidikan agama berwawasan multikultural memiliki beberapa asumsi pokok yang menjadi karakteristiknya. Berikut ini merupakan beberapa asumsi kunci yang menjadi tinanda pendidikan multikultural[9].
1.    Inovasi dan revormasi belajar
Wacana dan praktek pendidikan semacam ini menekankan multikulturalisme sebagai suatu kemungkinan dan kesempatan untuk saling belajar tentang, mempersiapkan untuk dan merayakan pluralitas agama dan etnik serta kultural melalui dunia pendidikan. Pendidikan agama merupakan suatu pelabuhan bagi keragaman suara dalam masyarakat multi agama dan tempat mempertemukan impian berbagai agama agar menjadi kenyataan. Oleh karena itu, pendidikan agama berwawasan multikultural perlu melakukan inovasi dan reformasi dalam beberapa wilayah utama sebagai berikut:
a.       Integrasi dan komprehensi muatan
b.      Kontruksi penegtahuan baru
c.       Persamaan kesempatan dalam pendidikan
d.      Redaksi dan prasangka buruk dan rasisime
e.       Penyadaran akan bias
f.        Meluruskan bias gender
g.      Mengeliinasi Stereotip
h.      Pemebnahan struktur pendidikan

2. Identifikasi dan Pengakuan akan pluralitas
Dalam berbagai situasi, yang membedakan kelompok-kelompok adalah perbedaan agama dalam pola budaya serta peran sosial yang ebrasal dari agama. Pendidikan multikultural mengasumsikan perlunya identifikiasi dan pengakuan  akan eksistensi agama-agama, termasuk etnik dan budaya. Identitas manusia seperti dinyatakan Charles Taylor, sebagaian dibentuk oleh pengakuan atau ketiadaanya, sering juga oleh salah pengakuan, sehingga person atau kelompok orang dapat mengalami penderitaan dan distoros, jika orang atau masyarakay yang mengelilinginya berkaca kembali pada mereka untuk menjelaskan atau mendapat gambaran tentang diri mereka sendiri.
3.  Perjumpaan Lintas Batas
Kesadaran multikultural akan kehidupan yang beragam mengandaikan suatu proses merasakan dan mengalami transformasi relasi antar dunia untuk memiliki kepekaan yang melampaui hidup, melampaui ikatan dab batas-batas dunia kita sendiri menuju dunia yang sangat berbeda dan kembali kedunia sendiri dengan horizon yang kaya makna. Perjumpaan lintas batas, dengan demikian, mendorong orang mengalami kegairahan dalam penemuan, dalam mengalami pandangan dunia yang baru dan berbeda, mempunyai pemahman dunia baru tentang dunia lain, sebuah realitas dan bentuk kehidupan alternatif.
4. Interdependensi dan Kerjasama
Kesdaran semacam ini hendak menciptakan kesatuan kreatif di mana keragaman tidak dimusnahkan, tetapi justru diintensifkan. Kesatuan kreatif mendasarkan diri pada dinamika alam. Teilhard menyatrakan bahwa dalam dominan kehidupan apapun-apakah berupa sel-sel tubuh, anggota-anggota masyarakat atau unsur-unsur sisetis spiritual-terdapat union difference.
1.     Pembelajaran Efektif
Pemahaman semacam ini dapat dicapai dengan menganalisis proses pendidikan dari berbagai prespektif kultural sehingga dapat menanggtalkan kebutaan yang menekankan pendidikan pada pengalaman budaya dominan. Pendidikan agama berwawasan multikultural mengandaikan suatu pengajaran yang efektif (effective teaching) dan belajar aktif (active learning) dengan memperhatikan keragaman agama-agama siswa.
6. Proses Interaksi
Pendidikan multikultural bagaimanapun menempatkan kesetaraan sebagai prinsip utam dalam interaksi kesalingan (mutual interaction) sebagai bingkai hubungan sosial didalam  dan diluar kelas.

D.           Orientasi dan Transformasi dalam Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural
Pendidikan multikultural idealnya bertujuan untuk mempromosikan kesadaran kultural, kesempatan yang sama dalam belajar, bagi semua individu dan kelompok masyarakat, mempromosikan identitas diri sekaligus mendorong kesatuan melalui keragaman.
Berikut ini[10]:
1.    Orientasi pendidikan
a.       Orientasi muatan
Pendidikan multikultural berorientasi muatan dapat dikembangkan melalui beberapa cara. Meminjam empat kerangka dari J.A. Banks, reformasi kurikulum dapat didekati melalui beerapa pendekatan: Pertama, pendekatan kontributif adalah pendekatan yag paling sedikit keterlibatanya dalam reformasi pendidikan multikultural. Pendekatan ini dilakukan dengan cara menseleksi bku-buku teks wajib atau anjuran dan aktivitas-aktivitas tertentu seperti hari-hari libur, hari-hari pahlawan dan pristiwa-pristiwa tertentu dari berbagai macam kebudayaan. Kedua, pendekatan aditif dalam program berorientasi muatan ini mengambil bentuk penambahan muatan-muatan, konsep-konsep, tema-tema, dan prespektif-prespektif keadalam kurikulum tanpa mengubah struktur dasarnya. Ketiga, pendekatan transformative yang secara actual berupaya mengubah struktur kurikulum dan mendorong siswa-siswa untuk melihat dan meninjau kembali konsep-konsep, isu-isu, tema-tema, dan problem-problem lama, kemudian memperbarui pemahaman dari berbagai prespektif dan sudut pandan etnik. Keempat, pendekatan aksi sosial yang mengkombinasikan pendekatan transformatif dengan aktivitas-aktivitas yang berupaya untuk melakukan perubahan sosial.
2.      Orientasi siswa
Program berorientasi siswa dimaksudkan untuk meningkatkan capaian akademik dari kelompok-kelompok tersebut, meskipun pada saat itu mereka tidak merasakan dan atau melibatkan diri dalam perubahan ekstensif muatan kurikulum. Program ini dirancang bukan untuk mentransformasikan kurikulum atau konteks sosial pendidikan, tapi untuk membantu para siswa secara kultural dan keagamaan untuk melakukan transisi kedalam mainstream pendidikan. Dengan cara ini, program perlu melihat latar belakang kultural dan keagamaan para siswa. Dengan sendirinya program ini dapat mengambil beberapa bentuk: a) program yang menggunakan penelitian gaya belajar berbasis kultur keagamaan dalam upaya menentukan cara pengajaran mana yang dapat digunakan untuk kelompok siswa tertentu; b) program litas batas, studi bersama antar agama, studi bersama antar etnik; studi bersama antar gender.
3.      Orientasi sosial
Penekanan program ini pada upaya melakukan reformasi persekolahan (scholing) dan konteks kultural dan politik dari persekolahan, yang tujuanya bukan untuk memperluas capaian akademik maupun meningkatkan pengetahuan multikultural, namun utnuk memberikan pengaruh luas pada peningkatan toleransi kultural, agama dan etnik serta mereduksi bias, stereotip, dan prasangka sosial yang tumbuh dan berakar dalam masyarakat. Orientasi program semacam ini meliputi bukan hanya program-program yang didesain untuk merestrukturisasi dan menghilangkan segregasi sekolah-sekolah, namun juga program-program yang dirancang untuk meningkatkan semua bentuk kontak dan perjumpaan (encounters) antaragama, antaretnik, antarkultu 

BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Pendidikan multikultural adalah suatu cara utnuk mengajarkan kergaman dan menghendaki rasionalisasi etnis, intelektual, sosial dan pragmatis secara inter-relatif, yaitu mengajarkan ideal-ideal inklusivisme, pluralisme, dan saling menghargai semua orang dan kebudayaan. Selain itu,  pendidikan multikultural juga mempersiapkan siswa untruk aktif sebagai warga negara dalam masyarakat yang secara etnik, kultural, dan agama beragam. Pendidikan ini diperuntukan semua siswa, tanpa memandang latar belakng etnisitas, agama, dan kebudayaan. Praktek pendidikan tersebut menekankan multikulturalisme sebagai suatu kemungkinan dan kesempatan untuk saling belajar tentang, mempersiapkan untuk dan merayakan pluralitas agama dan etnik serta kultural melalui dunia pendidikan. Sedangkan untuk tujuannya sendiri pada idealnya untuk mempromosikan kesadaran kultural, kesempatan yang sama dalam belajar, bagi semua individu dan kelompok masyarakat, mempromosikan identitas diri sekaligus mendorong kesatuan melalui keragaman.
Sudah seahrusnya bangsa Indonesia bisa lebih memanfaatkan keberagaman sebagai suatu potensi yang baik, yang menjadikan bangsa ini tumbuh dengan satu kesatuan yang utuh tanpa adanya konflik dan saling toleransi satu sama lain.

B.            Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kepadanya penulis akan lebih focus dan details dalam menjelaskan tentang maklah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisa juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan.


DAFTAR PUSTAKA
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005)
Imron Mashadi, Pendidikan Agama Islam Dalam Prespektif Multikulturalisme (Jakarta: Balai Litbang Agama. 2009)





[1] Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 1
[2] Imron Mashadi, Pendidikan Agama Islam Dalam Prespektif Multikulturalisme (Jakarta: Balai Litbang Agama. 2009), hal. 48
[3] Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 6-7
[4] Ibid., hal. 8
[5]  Ibid., hal 10
[6] Ngainun Naim & Achmad Sauki, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi,(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 215-218
[7] Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 78
[8] Ibid., hal., 78-85
[9] Ibid., hal., 85
[10] Ibid., 108-116

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RAFTING DI SUNGAI ELO MAGELANG

Agar perjalanan liburan bersama keluarga di kawasan wisata Borobudur, Kabupaten Magelang, menjadi lebih lengkap, tak dapat dilewatkan pengal...