Rabu, 31 Mei 2017

Operasional Tafsir Maudhu'i

A.      Operasional Kerja Tafsir Mawdhu’iy
Batasan dan definisi yang jelas dan rinci mengenai metode Tafsir Mawdhu’iy ini baru muncul pada peridoe belakangan oleh al-ustadz Dr. Ahmad al-Sayyid al-Kumy, ketua jurusan Tafsir Universitas al-Azhar, bersama beberapa teman beliau dari para dosen dan murid-murid mereka diberbagai pergururan tinggi
Berikut langkah-lakah atau cara kerja metode tagfsir Mawdhu’iy[1]:
1.      Memilih atau menetapkan masalah al-Quran yang akan dikaji secara mawdhu’iy (tematik)
2.      Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan denga masalah yang telah ditetapkan, ayat Makiyyah dan Madaniyah.
3.      Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunya, disertai pengetahuan menegenai latar belakang turunya ayat atau asbab al-nuzul.
4.      Menegtahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut didalam masing-masing suratnya.
5.      Menyususn tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna, dan utuh (outline).
6.      Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadist, bila dipandang perlu, sehingga pembahsan menjadi semakin sempurna dan semakin jelas.
7.      Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan mengandung pengertian serupa, mengkompromikan antara pengertian yang ‘am dan khash, antara yang mutlaq dan muqayyad,  mensingkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktif, menjelaskan ayat nasikh dan mansukh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara,  tanpa perbedaan dan kontradikisi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak tepat.
B.     Contoh Pembahasan Tafsir Mawdhu’iy[2]
 Memelihara Anak Yatim Meunurut  Al-Qur’an Al-Karim
1.      Periode Mekkah
Pembicaraan al-qur’an tentang anak yatim pada periode Mekkah ini terdapat dalam empat surat pada ayat-ayat berikut:

 وَلَاتَقْرَبوْامَال الْيَتِمِ الَّا بِالَّتى هِىَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ
“Janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) samapai ia dewasa”. (al-Isra’: 34)
كَلَّ بَلْ لَا تُكْرِمونَ اليَتِيمَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim”.  (al-Fajr: 17)
أَوْإِطْعَا مٌ فِى يوْ مٍ ذِىْ مَسْغَبَةٍ يَتِيمًا ذَا مَقْر بَةٍ
“Atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat”. (al-Balad: 14-15)
ألَمْ يَجِدْك يَتِيمًا فَئاوى
فَأَمَّا الْيَتِمَ فَلَا تَقْهَرْ

“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Adapun terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang”.
 (al-Dhuha: 6 dan 9).
Pada periode Mekkah ini, perhatian al-Qur’an terhadap anak yatim lebih tertuju kepada pemeliharaan terhadap harta mereka.
a.         Pemeliharaan (diri) Anak Yatim
Setelah wahyu terhenti beberapa lama yang membuat Rasull gelisah menunggu, sampai-sampai timbul perasaaan bahwa Allah telah meninggalkan dan membenci dirinya, maka turunlah wahyu yang menegaskan bahwa Allah tetap memelihara dan melindungi Rasull, Dia tidak meninggalkan dan membenci beliau. Untuk meyakinkan Nabi, Allah mengingatkan kepada beliau betapa dulu Dia sangat memeperhatikan beliau sebelum masa kenabian, dimana Nabi waktu itu adalah seorang anak yatim yang sangat mendambakan belaian kasih sayang dan perlindungan serta pengayoman.
 ألَمْ يَجِدْك يَتِيمًا فَئاوى))
Oleh sebab itu, sebab Rasulullah SAW. menyadari betapa keyakinan yang ia pernah ia rasakan pahit-getirnya itu harus menjadi inspirator baginya untuk senantiasa berlaku penuh kasih dan sayang terhadap anak yatim yang mendapat perlindungan dari Allah. Realisasi dari syukur nikmat ini adalah agar Nabi mengasihi dan menyayangi anak yatim sebagai mana dulu beliau (yatim) dikasihani.
( فَأَمَّا الْيَتِمَ فَلَا تَقْهَرْ )
Perlindungan dan perhatian terhadap anak yatim ini muncul kembali ketika al-Qur’an mencela sikap dan tindakan orang-oran kafir Mekkah, di mana mereka itu tidak memuliakan anak yatim (لَايُكْرِمُوْنَ اليَتِيم) padahal Allah memuliakan mereka dengan harta yang melimpah ruah. Akan tetapi mereka tidak menunaikan kewajiban yang berkenaan dengan harta itu yang berupa memuliakan anak yatim denagn memberikan sebagian dari harta tersebut kepadanya.
Karena perbuatan sudi bersedekah kepada anak yatim itu merupakan perjuangan berat bagi manusia dan tidak disenangi oleh setan, maka setelah menyebutkan sebagian dari nikmat yang ia anugerahkan kepada hamba-Nya, Allah berfirman:
فلَااقتتَحَمَ العَقَبَةَ. وَمَاادراَكَ مَااْلعَقَبَةُ. فَقُّ رَقَبَةٍ. أْوإَعَا م َفِيىيوْمٍذِىمَسْغَبَةٍ. يَتيمًا ذامَقْرَبةٍ
”Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apa gerangan jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) mememebebaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat,”  (Surat al-Balad: 10-15).
Ungkapan ذامَقْرَبةٍ di dalam ayat ini menunjukan bahwa bersedekah kepada kerabat itu lebih utama daripada kepada oranglain atau orang yang tidak ada hubungan kerabat atau keluarga. Oleh karenanya, di dalam ayat ini, bersedekah kepada kaum kerabat itu didahulukan sebelum kepada orang-orang miskin.
b.         Perihal Harta Anak Yatim
Pada periode Mekkah ini, pesan al-Qur’an sekitar perihal harta anak yatim adalah larangan “mendekati” harta anak yatim tersebut. Larangan “mendekati” di siini tidak berarti “mendekati” secara leterlak, melainkan larangan melakukan tindak kejahatan di dalam harta tersebut, baik terang-terangan maupun secara terselubung.
Demikianlah, betapa perhatian Allah terhadap hal anak yatim. Perlakuan sewenang-wenanh terhadap anak yatim itu disisi Allah sama dengan perbuatan keji, baik ternag-terangan maupun terselubung. Risalah yang berdasarkan kepada pemeliharaan (anak yatim)seperti diunkapkan oleh ayat-ayat tersebut merupakan rislah kasih sayang dan kebaikan universal.
2.      Periode Madinah
Pada periode ini al-Qur’an turun dengan ayat-ayatnya untuk memeberikan berbagai pemecahan dan jawaban terhadap persoalan sekitar anak yatim dan cara memeligara diri dan hartanya.
Ketika ayat (يسئلو نك عناليتامى) turun, Allah berfirman kepada RasulNya: “katakanlah” ( قل), mendidik dan membimbing mereka kepada hal yang semestinya bagi mereka adalah kewajiban bagi setiap anggota masyarakat Islam. Sebagaimana firman Allah:
يسئلو نك عناليتامى. قل إصلاح لهم خير وأنتخا لطو هم فإخونكم والله يعلم المفسد من المصلح ولوشآ ء الله لأ عنتكم انّالله عزيزٌحكيم
Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: Mengurus urusn meeka secara patut adalah bak dan apabila kamu bergaul dengan mereka, maka meeka itu adalah saudaramu. Allah mengetahui siapa yang berbuat kerusakan dan siapa yang mengadakan perbaikan. Jiak Allah mengendaki niscaya ia dapat mendatangkan kesulitan padamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (al-Baqarah: 220).
Pada periode madinah ini, banyak ayat yang turun untuk mrngatur tata cara memeperlakukan anak-anak yatim tersebut di dalam pergaulan. Ayat-ayat tersebut mempunyai tekanan yang bermacam-macam, antara lain:
(a)   Khusus mengenai harta mereka.
ولَا تَقربوامالَ اليَتِيمِ إلّا بالّتى هى أحسنُ حتَّى يَبلُغَ أشدَّه
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga ia dewasa. (QS. Al-An’am: 152)
وَآتُواْ اليتامى أَ مْوالهُم ولَا تتبدّ لوْالخَبِيثَ با لطَّيِّبِ
Dan berikan lah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk (QS. al-Nisa: 2)
(b) Perihal Pembinaan Akhlak dan Pendidikan Anak Yatim
seperti ayat-ayat berikut:
أرأيت لذى يكذّ ب بالذّين. فذالك الّذ ى يدعّ اليتيم
Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim (QS. al-Ma’un: 1-2)
لاتعبدون إلّااللهوبالوالد ينإحسانًاوذِىالقر بى واليتا مى
Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim. (QS. al-Baqarah: 83)
(c)  Menyayangi Dan Menyantuni Anak Yatim
Seperti firman-firman Allah:
ويطْعمون الطّعام على حبّه مسكينًا ويتيمًاواسير
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang msikin, anak yatim, dan orang-orang tawanan (QS. al-Insan: 8)
وآتى الما ل على حبّه ذوى القُربى
Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim (al-Baqarah: 177)
Semua ajaran dan pesan-pesan yang banyak turun pada periode Madinah ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang berbudi mulia dan saling mengasihani, tdiak sepaantasnya ada yang kuat menindas yang lemah, tidak boleh ada yang kaya menahan dan memakan hak orang fakir yang ada di dalam harta kekayaanya itu.
Hal-hal yang dikandung oleh himpunan ayat-ayat Madaniyah ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Pembinann Moral dan Pendidikan  Anak-anak Yatim
Dengan firmanya(وقولولهم قولًا معروفا), Allah memebritahukan kepada kita betapa pentingnya perhatian terhadap pendidikan anak-anak yatim tersebut, suatu pendidikan utuk membina akhlak mereka tau yang dappat menjamin suatu masa depan yang baik bagi mereka
 Allah telah mensejahterakan tindakan memperhatikan dan mendidik anak yatim ini dengan perbuatan beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada dua ibu bapak, sebagai firman Allah (لاتعبدون إلّااللهوبالوالد ينإحسانًاوذِىالقر بى واليتا مى). Allah akan menjerumuskan orang yang berlaku kejam terhadap ke dalam kenistaan dan keedihan, dan menolaknya secara tegas dan geras. Allah menjadikan tindakan kejam terhadap anak yatim itu sebagai tanda sesorang mendustakan agama(أرأيت لذى يكذّ ب بالذّين. فذالك الّذ ى يدعّ اليتيم)
Adapun yang dimaksud dengan memelihara, mengurusi ,dan memperlakukan serta mendidik anak yatim dengan baik adalah membimbing dan mengarahkan mereka kepada hal-hal yang baik lagi bermanfaat, dan memelihara serta memperingatkan mereka agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang jelek lagi merusak.
2.       Perihal harta anak yatim
Hal terlihat jelas pada ajaran-ajaran al-Qura’an sebagai berikut:
a.       Perintah memelihara atau menjaga harta anak yatim, tidak boleh memakanya secara zalim, bahkan dilarag mendekati kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat), sehingga anak-anak yatim tersebut dapat menerima harta mereka secara utuh, tanpa dikurangi sedikitpun, di saat mereka dipandang telah mampu memelihara dan mengelola harta mereka sendiri.
Kemudian Allah  SWT memerintahkan agar anak-anak yatim tersebut diuji dan dibimbing dalam soal-soal muamalat sampai tiba maanya harta tersebut dapat dserahkan kepad mereka, sebagamana ditegaskan dalam firmanya:
وابتلوا اليتا مى حتّ إذ ابالغواالنكا حفإن آنسْتم منهم رشدًافادفعو اإليهمأمْولهم
Pada waktu yang sama, Allah juga memepringatkan agar seseorang jangan coba-coba menggunakan tipu daya untuk memakan harta anak yatim dengan menukar atau menggantinya (ولَا تتبدّ لوْالخَبِيثَ با لطَّيِّبِ), atau dengan cara mencampurnya ولا تاكلوأموالهم الى أموالكُم)), sebab cara penukaran dan pencampuran ini dua perbuatan dzalim emhgandung banyak tipu daya unuk memakan dan memusanahkan harta anak yatim dibali topeng jual beli, dengan semboyan bahwa ini berguna bagi anak yatim, atau dibali topeng persrikatan dan kongsi dengan semoyan bahwa ini lebih rerhormat dan ,ulia bagi anak yatim tersebut.
Selanjutnta Allah, dengan tegas disertai celaan dan ancaman keras, melarang seseorang memakan anak yatim, sebagaimana firmanya:
إنَّالد ين يأ كلو ن أمولهم اليتا مى ظلماإنّما يا كلون فى بوطو نهم نارًا وسيصلون سعيرًا
b.      Hubungan Antara Penerima Wasiat dan Anak yatm
Didalam hal ini, al-Qur’an telah menetapkan beberapa ketentuan yang harus diperhatikan oleh penerima wasiat atau orang yang bertanggung jawab megurusi harta anak yatim. Ketentuan yang dimaksud, anatara lain:
1.      Bersih atau jujur didalam mengurusi harta anak yatim.
Penerima wasiat atau orang yang bertanggung jawab mengurusi harta anak yatim itu adabkemungkinan seseorang kaya yang tidak memerlukan bantuan orang lain, atau mungkin ia seorang fakir yang tidak memiliki cukup harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bagi yang kaya, demikian petunjuk Alah, seyogyanya ia menahan diri untuk tidak mengambil sesuatu dari harta anak yatim yang sebearnya ia memiliki sesuatu tersebut. Ia juga harus berusaha maksimal utnuk senantiasa bersikap dan berlaku manis serta manjauhi hal-hal yang jelek. Sehingga perbuatanya mengurus dan memelihara anak yatim serta hartanya betul-betul merupakan amal kemanusiaan, diaman ia hanya mengharapkan keridhaan Allah semata.
Sedangkan bagi orang kafir, ia dibolehkan mengambil sebagian harta anak yatim yang tenah ia pelihara tersebut sebatas keperluan, yang sesuai pertimbangan logika.
Petunjuk Allah yang berkenaan dengan perihal penjagaan dan penggunaan harta anak yatim ini sebagi petunjuk bagi para penerima wasiat atau orang yang megirusi anak yatim dan hartanya, terdapat di dalam firmanya:
وَبتَلواْاليتا صىحتّى إذَ ابَلَغواالنِّكا ح فَإ ن انستم منهُم رُشدًا فَا دْ فَعُو اإليهم أموا لَهُم ولاتاأ كلوهاإسرافًا وبدارأنْ يَكبروْ اوَمن كاَنَ عِنَيًّا فَليسْتعفِف ومن كَا ذَ فَقِيرًا فَلْيأ كل بالمَعرفِ فإ ذَاد فَعْتُم إليهِم أَمْوا لَهم فَا شْهَدُو اعَليهِمْ وَكفى بِا لله  حَسِيْبًا
2.      Usaha Pengembangan Harta Anak Yatim
Penerima wasiat atau orang yang bertanggung jawab mengurusi anak yatim dianjurkan agar berusha mengembangakan harta anak yatim yang di dalam pengurusnanya samapi harta itu diserahkan kepada anak yatim tersebut, karena suatu modal harta itu tidak boleh didiamkan tersimpan, tidak boleh statis tanpa berkembang. Dengan firma-Nya, (وارزقاهمفيها )Allah mengendaki agar rejeki itu harus berupa keuntungan dari harta bukan harta itu sendiri. Suatu harta adalah modal dan rejeki adalah keuntungan yang dianjurkan oleh syara’. Hal ini  di perjelas lagi oleh sabda rasull yang belaiu sampaikan dalam satu khotbahnya: “ketahuliah, barang siapa yang ememlihara anak yatim yang harta, maka hendaklah ia memeprdagangkan harta tersebut, jangan dibiarkan dan didiamkan begiru saja sehingga hart(anak yatim) itu akan habis karena sedekah atau zakat”.
3.      Larangan Memakan Hak-Hak Anak Yatim
Larangan memakan hak-hak anak yatim karena alasan hubungan perkawinan
Sebagian pemelihara anak yatim itu karena diperbolehkan oleh syara’ atau yang menikai anak yatim peliharanya atau mengawinkanya dengan salah seorang putra kandungnya. Di dalam hal ini, hubungan perkawinan lazim dilakukan dijadiakn alaan untuk memakan harta (mahar atau mas kawin) yang telah menjadi hak anak yatim karena akad nikah tersebut.
Demikianlah ayat-ayat al-Qur;an diatas turun khusus untuk mengatur tata cara memlihara hata anak-anak yatim.
Kerika ayat-yat ini turun, orang-orang muali meghndari perkawinan dengan anak-anak yatim, karena khawatir akan timbul dampak negatif yang tidak doharapakan. Stelah menjelaskan bahwa mereka sulit utnuk berperilaku adil gerhadap har
ta anak yatim, sulit untuk bererilaku baik terhadap mreka dan seseorang sulit senantiasa dapat memberiakan hakhak anak yatim apabila merekaitu ia nikahi atau dinikahkan dengan salah seorang putranya, al-Qur’an  selanjutnya menganjurkan kepada pemelihara anak yatim agar menghindari perkawinan dengan anak-anak yatim tersebut, demi megindarkan dan mejaga diri dari kemungkinan terjerumus kepada dosa besar semacam ini.
وَإِنْ حِفْتُم الا تقسطوا فى اليتا عى فانْكِحُوْاما طَا بَ لكم من النِشَا ءِ مَشْنَى وثُلَا وُرَبَاعَ
Dengan firman-Nya ini Allah ingin menegaskan bahwa Dia tidak mempersulit umat, terutama para pemelihara anak yatim, dalam hal perkawinan, sehingga mereka tidak perlu harus menikahi anak-anak yatim yang dikhawatirkan tidak mungkin bisa memperlakukan mereka dengan baik dan takut akan termakan harta mereka, kini kalian dipersilahkan untuk menikahi wanita-wanita, bukan anak yatim, yang baik menurut kalian.
Demikianlah, sempurna sudah pemeliharaan al-Qur’an terhadap harta anak yatim , dan sempurna pula upaya al-Qur’an untuk menutup segala pintu kemungkinan masuknya berbagai tipu daya yang digunakan oleh sebagian orang yang sesat dan pengumbar harta.
Puncak dari wasiat-wasiat al-Qur’an mengenai pemeliaharaan harta anak yatim ini terdapat pada janji Allah, yang akan membedakan jauh anatara penerima wasiat yang beriman dan penerima wasiat yang melanggar hak-hak anak yatim, yang diungkapkan dengan uslub dan gaya bahasa yang indah yang mampu membangkitkan rasa iba umat manusia, sebagai berikut:
وَلْيخْشَ الَّذِ ينَ لَوْ تَرَ كُوْ امِن خَلفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَا فًا خَا فُوْ عَلَيهِمْ فَلْيَتَّقُوْا الله وَليَقُو لُوا اقَوْلًا سَدِيْدًا إِنَّ لَّذِ ينَ يأ كُلُو نَ أَمْوَالاليَتَا مَى ظُلْمًا إِ نَّمَا يَأ كُلُونَ فِى بُطُو نِهِم نَا رًا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka) (QS. al-Nisa: 9-10)
c.       Perintah Menyantuni dan Menyayangi Anak Yatim
Al-Qur’an al- Karim itu penuh dengan unhkapan-ungkapan indahlagi menarik yang ,engajurkan penyantnan material (infaq-sedekah) terhadap anak yatim. Allah menjadikan aksi sosil yang berupa pberian makanan yang disukai kepada anak yatim sebagi salah satu sebab terbebasnya seseorang, pentantun ank yatim tersebut, dari kepedihan di hari pembalasan. Sebagaimana ditegaskan di dalam ayat:
إِنَّالأَبْرَارَ يَشْرَ بُو نَ مِن كَأْ سٍ كَانَ مِزَجُهَا كَا فُورًا, عَيْنًا يَشْرَ بُ بِهَا عِبَادُ اللهِ يُفَجِّرُ و نَهَا تَفْجِيرًا, يُو فو نَ بِالنَّذْرِوَيَخَا فُو نَ يَوْ مًا كَا نَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا, وَيُطْعِمُو نَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا ويَتِيمًا وَأَسيرًا, إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَ جْهِ اللهِ لَا نُرِ يدُ مِنكُم جَزَآ ءً وَلَا شُكُورًا, إِنَّا نَخَا فُ منْ ربِّنَا يَومًا عَيُوْ سًا قَمْطرِ يرًا, فَوَ قَهُمُ اللهُ شَرَّ ذَللك اليَوْمِ وَلَقَّا هُمْ نَضْرَةً وَسُرُاورًا, وَجَزَا هُمْ بِمَ صَبَرُواْ جَنَّةً وَحَرِيرًا  
Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas berisi minuman yang camuranya air dari kafur, yaitu nama mata air di dalam surga, yang mereka dapat mengalirkanya dengan sebaik-baaiknya. Mereka itu menunaikan nadzar dan takut akan satu hari yang adzabnya merata dimana-mana. Dan mereka memeberikan makanan kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. (mereka berkata) sesungguhnya kami memeberikan makan keoadamu hanya untuk mengharapakan ridha Allah, kami tidak mengharap balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terimakasih.
Allah mensyaratkan agar sesuatu yang diberikan ini seyogyanya sesuatu yang diskai pemiliknya, dan baik baginya, seperti ditegaskan oleh firmaNya
على حبه ))
  (قُلْمَٓاأَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوٰلِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ)
ayat ini mengandung anjuran agar manusia berinfaq dan bersedekah dengan harta miliknya yang paling baik, seseoarng tidak boleh kikir dan tidak boleh berinfaq dengn hara yangpaling jelek. begitu juga ayat ini mengandung perintah agar umat berupaya mengangkat derajat anak yatim, mengaki haknya yang terdapat di dalam harta orang kaya, memuliakanya, mendidi, dan memeliharanya dari keadaan meminta-minta yang hina.
Sampai—sampai Allah menjadikan penyantun anak yatim ini sebai salah satu ketentan syara’, dimana Ia memperuntukan seperlima dar harta rampasan perang itu untuk anak yatim. Sebagai mana dinyatakan dalam firmanya:
وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَاَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِ ى الْقُرْبٰ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ...
Dan di dalam ayat lain Allah berfirman
مَٓاأَفَٓاءَاللَّهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ أَهْلِ الْقُرٰى فِللَّهِ ولِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ

Setelah mengetahi ayat-ayat dan penjelasan-penjelasan yang telah dikemukakan, jelaslah bagi kita bahwa al-Qur’an itu bertujuan untuk embangun dan mewujudkan suatu masyrakat Islam yang ideal, kuat, dan salingvmembantu di antara anggota masyarakatya, tak seorang pun di dalam masyarakat Islam itu menyimpan dendam dan dengki kepada yang lain, dn tak seorang anak yatimpun yang harus kehilangan haknya karena ayahnya telah tiada. Al-Qur’an juga menutp seluruh jalan da pintu kemungkinan menjalarnya berbagai kerusakan di tengah-tengah masyarakat. Dangan ajaran semacam ini, al_quran berupaya mencegah perilaku mengucilkan anak dari masyarakat dan menjerumuskannya kepada kerusakan. Begitu pula dengan ajaran ini al_quran menginginkan agar annota masyarakat itu saling tolong-menolong sehinggan mereka itu bagaikan sebuah bangunan gedung yang berdiri tegak lagi kokoh dan bagaikan satu tubuh yang apabila salah satu anggota tubuh itu ada yang sakit, maka seluruh anggota tubuh lainnya jua ikut merasakan panas dan dendam.










[1] Abd. Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy ( Jakarta Utara: PT. RajaGrafindo Persada, 1994) hlm. 45-46
[2] Ibid., 61-78

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RAFTING DI SUNGAI ELO MAGELANG

Agar perjalanan liburan bersama keluarga di kawasan wisata Borobudur, Kabupaten Magelang, menjadi lebih lengkap, tak dapat dilewatkan pengal...