BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Muncul dan berkembangnya Islam di Indonesia tidak
bisa lepas dari keterkaitan sejarah yang panjang di negara ini. Sebelum Islam
datang, masyarakat Indonesia telah memiliki budaya dan keyakinan sendiri yang
sifatnya komplek. Beragam bentuk kebudayaan dan praktek keagamaan membaur
menjadi warna yang khas bagi bangsa Indonesia sendiri. Hal ini menjadi alasan
tidak mungkinn kekayaan budaya lokal dicabut dari akarnya dengan mudah, bahkan
oleh sistem budaya dan strategi apapun.
Islam yang datang sebagai hal baru bagi warga
pribumi juga tidak mampu memaksakan diri untuk mengganti budaya lama dengan
budaya islam sendiri. Untuk itu para pembawa islam berusaha menyebarkan islam
dengan cara yang halus, damai dan tanpa pemaksaan. Peran penting kesejahteraan
islam pada masa awal perkembangannya di Indonesia dimainkan secara apik oleh
para wali dan ulama, sehingga sifat Islam yang akomodatif tersebut dapat
diterima dengan mudah oleh warga pribumi.
Peran Islam terhadap dinamika ekonomi, sosial dan budaya Indonesia
mengalami perjalanan yang tidak sebentar. Dinamika saat datangnya Islam ke
Nusantara, dengan Peradaban Nusantara yang telah ada baik dari segi sosial,
budaya naupun ekonomi menjadikan terbentuknya Asimilasi maupun Akulturasi
Kebudayaan Islam dan Kebudayaan Nusantara. Hal inilah yang membentuk corak
keIslaman Indonesia, yang menjadi agama paling dominan. Melalui pembahasan
singkat ini, penulis berusaha memaparkan bagaimana keadaan sosial, budaya
maupun ekonomi Nusantara menjelang atau sebelum datangnya Islam, yang menjadi
latar belakang corak keIslaman Indonesia yang bisa dibilang paling berbeda dari
corak KeIslaman negara lain.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama menjelang
datangnya Islam?
2.
Apa saja teori kedatangan Islam ke Nusantara?
3.
Apa sarana yang digunakan pada Islamisasi Nusantara?
C. Tujuan
1.
Mengetahui kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama menjelang
datangnya Islam
2.
Menegtahui
macam-macam teori kedatangan Islam
ke Nusantara
3.
Mengetahui sarana yang digunakan pada Islamisasi Nusantara
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kondisi Sosial, Politik, Ekonomi, Budaya dan Agama Menjelang
Datangnya Islam
Perkembangan Sosial Budaya dan
ekonomi Nusantara tidak terlepas dari Kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara.
Pada masa sebelum datangnya Islam, hampir seluruh wilayah Nusantara dengan
kerajaan yang ada memiliki kepercayaan Hindu-Buda. Diantara Kerajan-kerajaan
yang ada diantaranya ; Kerajaan Mataram, Kerajaan Kalingga, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Kutai, Kerajaan Singasari, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Kediri, dan Kerajaan Tarumanegara. Namun dari
beberapa Kerajaan tersebut kerajaan besar yang dianggap mewakili cikal bakal
bangsa indonesia adalah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Berikut latar belakang dari kedua Kerajaan
tersebut dengan keadaan Sosial, budaya, ekonomi maupun politik sebagai gambaran
keadaan Nusantara sebelum Masuknya Islam ke Nusantara.
1.
Kerajaan Sriwijaya
Sumber sejarah kerajaan Sriwijaya
adalah prasasti yang bersumber dari berita Cina dan Arab dengan Kesimpulan
bahwa Kerajaan Sriwijaya berdiri pada akhir abad ke-7. Dari berita Cina masa
Dinasti Tang disebutkan bahwa di Pantau timur Sumatera Selatan telah berdiri
sebuah Kerajaan Sriwijaya (Shelifoshe). Sedang dari berita Arab, dijelaskan
mengenai Kekuasaan dan kebesaran serta kekayaan Sriwijaya. Pada Abad ke-7
Sriwijaya sudah berkembang menjadi pusat agama Budha di wilayah Asia Tenggara.
Selain bersumber dari berita Cina dan Arab, buktu kerajaan Sriwijaya juga
dubuktukan dengan berbagai Prasasti yang ditemukan, diantaranya Prasasti Talang
Tuo,Prasasti Bangka, Prasati Karang Berahi, Prasasti Kota Kapur, dan Prasasti
Palas Pasemah.
a.
Aspek Sosial Budaya
Letak Sriwijaya yang strategis yang
berada pada jalur perdagangan Internasional, menjadikan banyaknya pengaruh luar
yang masuk. Sehingga penduduk Sriwijaya banyak mendapatkan pengaruh dari
kebudayaan luar. Sebagai Contoh Sriwijaya banyak mengadopsi Kebudayaan India,
baik dalam penamaan dengan bahasa India, maupun adat istiadat, sampai akhirnya
Sriwijaya dapat menjadi pusat pengembangan ajaran Budha di wilayah Asia
Tenggara. Dibuktikan dengan berita I Tsing yang menyatakan bahwa pada abad ke-8
di Sriwijaya terdapat 1000 orang pendeta Budha dibawah bimbingan seorang
pendeta besar bernama Sakyakirti. Selain pendeta para pemuda Sriwijaya juga
belajar ilmu kemiliteran dibuktikan pada Prasasti Nalanda.
b.
Aspek Kehidupan Ekonomi
Karena wilayahMaritim atau Kelautan kerajaan
Sriwijaya yang cukup luas, maka Sriwijaya membangun armada Laut yang kuat.
Hasil Perekonomian terbesar penduduk Sriwijaya berasal dari perdagangan dan
pelayaran. Selain itu hubungan perdagangan dengan Internasional sangat
menguntungkan Sriwijaya. Selain faktor di atas, faktor yang mempengaruhi
kemajuan kerajaan Sriwijaya diantaranya :
1)
Letak
Sriwijaya yang sangat strategis, berada pada jalur perdagangan Internasional.
2)
Sriwijaya
mampu menguasai wilayah perdagangan diantaranya ; selat Malaka, Semenanjung
Malaka, Selat Sunda, dan TaNah Genting.
3)
Hasil
Bumi seperti rempah-rempah dan barang tambang seperti emas yang melimpah,
dijadikan sebagai mata perdagangan yang sangat berharga.
4)
Kekuatan Armada Laut Sriwijaya cukup Kuat
sehinnga mampu bekerjasama dengan Kerajaan yang berada di India dan cina.
5)
Adapun
pendapatan Sriwijaya lainnya bersumber pada ; cukai barang dagangan, upeti dari
para pedagang, serta pajak dari kapal –kapal asing yang masuk.
c.
Aspek Kehidupan Politik
Masa Keemasan Sriwijaya pada abad
ke-8-ke-9 masa pemerintahan Raja Balaputeradewa. Adapun masa pemerintahan Raja
Dharmasetu yang mendirikan Pangkalan di Semenanjung Malaya memberikan
kontribusi besar bagi pengembangan Sriwijaya. Kemudian Sriwijaya melalui Politik
ekspansinya ke berbagai wilayah menjadikan Sriwijaya semakin berkembang,
sehingga berhasil menguasai jalur-jalur perdagangan india maupun cina, selat
Malaka, Semenanjung melayu, selat Sunda, serta Tanah genting.
d.
Kemunduran Kerajaan Sriwijaya
Berdasarkan Berita dari Cina, sriwijaya mengalami kemunduran di
akhir abad ke-12. Penyebabnya diantaranya ;
a.
Serangan
yang berulang-ulang dari Kerajaan Colamandala dar iIndia.
b.
Banyak
daerah taklukan yang melepaskan diri diantaranyaTanah kra, Sunda, Jambi,
Pahang, Ligor dll.
c.
Adanya
desakan dari Kerajaan di Thailand yang melakukan pengembangan ke arah
semenanjung Malaya.
d.
Adanya
Desakan dari kerajaan Singasari yang bekerjasama dengan Kerajaan Melayu.
e.
Perekonomian
dan perdagangan yang terus mengalami kemunduran.
f.
Berkurangnya
Raja-raja yang Cakap untuk mempertahankan serta mengembangkan kerajaan
Sriwijaya
2.
Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan dari kerajaan Singasari,
Karena Raja Wijaya sebagai pendiri kerajaan Majapahit merupakan pangeran
kerajaan Singasari yang melarikan diri, kemudian mengambdi kepada Jayakatwang
yang kemudian membuka lahan dibantu prajurit dari madura, sehingga berdirilah
Kerajaan majapahit. Adapun bukti-bukti Kerajaan majapahit yaitu dari Bertia
Cina pada masa Dinasti Ming dan berita
dari Dinasti Ma Huan yang menceritakan keadaan masyarakat dan Kota majapahit.
Selain itu juga sumber dari kitab-kitab sastra yang ditemukan, diantaranya :
1.
Kitab
Pararaton yang menceritakan mengenai Raja-raja Singosari dan Majapahit.
2.
Tulisan
Mpu tantular pada kitab Negarakertagama yang nenjelaskan keadaan Majapahitm
daerah-daerah jajahanm serta perjalanan hayam wuruk dengan daerah kekuasaannya.
3.
Kitab
Usana Jawa yang menjelaskan tentang Ekspedisi Patih Gajah Mada dan Arya Damar
menaklukan Pulau bali.
Selain peninggalan berupa karya sastra, bukti lainnya yaitu seperti
bangunan Candi, Pintu gerbang, Pemandian, serta Kota Trowulan yang meruoakan
Ibu Kota Majapahit.
a.
Aspek Kebudayaan
Kemajuan Kerajaan Majapahit terjadi pada Masa Pemerintahan Hayam
Wuruk, dibidang karya Sastra mengalami
kemajuan, pada tahun 1365 ditulis Kitan Negara Kertagama oleh Empu Tantytal,
Juga Kitab Sutasoma dan Arjunawijaya. Selain dibidang Karya Sastra, Kemajuan
juga pada bangunan atau Infrastruktur, seperti berdirinya Candi-candi yatiu,
Panataran, Bentar, Tigawangi, Surawana, Tikus, Jabung. Pada Masa Majapahit,
Nusantara mengenal kemajuan budaya, agama ,maupun adat istiadat. Sehingga
berdampak pada rasa Toleransi Sosial yang Tinggi. Pada Masa ini, Islam sudah
mulai masuk dan berdampingan dengan Majapahit, sehingga sebab adanya perbedaan
baik dari keyakinan maupun budaya timbulah nilai-nilai toleransi yang cukup
tinggi.
b.
Aspek Ekonomi
Mata pencaharian Penduduk Majapahit
berbasis pada Maritim dan Agraris, pertanian dan perdagangan. Pada aspek
pertanian sudah cukup maju karena sudah menggunakan sistem Irigasi dengan hasil
utamanya Padi dan palawija. Sedang pada
Perdagangan kemajuan terlihat pada sistem perdagangan hingga perdagangan
Internasional, dengan dibuatnya pelabuhan Hujung Galuh tempat berlabuh
kapal-kapal dari berbagai negara.
c.
Aspek Kehidupan Politik
Pemerintahan pada masa majapahit :
1)
Raja Wijaya (1293-1309)
Pada pemerintahan Raja Wijaya atau Kartarajasa keadaan kerajaan
aman dan sejahtera. Kegiatan perdagangan mengalami kemajuan dengan didirakannya
berbagai pelabuhan seperti Gresik, Tuban, Surabaya, dan Canggu.
2)
Sri Jayanegara (1309-1328)
Merupkan Raja kedua, putra dari raja Wijaya. Pada Masa pemerintahannya
banyak terjadi pemberontakan. Sehingga Jayanegara sampai melarikan diri ke
daerah Badander, kemudian atas perlindungan Gajah Mada dengan pasukannya,
Jayanegara bisa kembali bertahta. Berkat peran Gajah mada, diapun diangkat
menjadi Patih di Kahuripan.
3)
Tribhuwanatunggal (1328-1350)
Dia merupakan adik dari Jayanegara. Pada pemerintahannya juga
terjadi pemberontakan, kemudian oleh pasukan Gajah Mada para pemberontak dapat
di hancurkan. Atas jasanya ini, dia diangkat menjadi Mahapatih Majapahit, dan
bersumpah akan menyatukan Nusantara yang terkenal dengan Sumpah Palapa.
Sehingga ekspedisi Gajah Mada dapat menaklukan Bali, Sumatera, Semenanjung
Malaka, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua Barat, semua
daerah tersebut dipersatukan di bawah panji Majapahit.
4)
Raja Hayam Wuruk
Pada masa raja Hayam Wuruk atau Sri Rajanegara, Majaphit mengalami
kemajuan atau masa keemasan, dengan dibantu oleh patih gajah mada,
Adityawarman, dan Mpu Nala. Daerah Kekuasaan Majaphit hampir di seluruh wilayah
Nusantara. Majapahit menjadi Kerajaan Maritim dan agraris yang besar.
d.
Kemunduran Kerajaan Majapahit
Faktor-faktor yang membuat runtuhnya
Kerajaan Majapahit :
1)
Faktor Politik
Kekuatan Kerajaan ada pada
Patih Gajah Mada, sehingga setelah meninggaknya Gajah Mada sehingga banyak
wilayah yang tidak bisa dipertahankan. Ditambah terjadi perang saudara antara
Wikramawardhana dan Bhre Wirabumi sehingga mempercepat runtuhnya kerajaan Majapahit,
2)
Faktor Ekonomi
Banyaknya Bandar dagang yang melepaskan diri dari Majapahit karena
pengaruh ekspedisi Cina dan perdagangan bebas, diantaranya bandar Demak, Jepara
Dan Gresik yang melepaskan diri.
3)
Faktor Agama
Masukknya Islam melalui jalur perdagangan sehingga banyak penduduk
yang kemudian masuk agama Islam. Dan
Mulai melakukan perlawanan dengan Majapahit. Sampai pada akhirnya Majapahit
dapat terkalahkan dan dikuasai oleh Islam.
B.
Teori Kedatangan Islam ke
Nusantara
Islamisasi merupakan proses yang
sangat penting dalam sejarah islam Indonesia. Hingga saat ini, proses masuknya
agama islam ke wilayah Nusantara (Indonesia) oleh para ahli sejarah belum ada
yang memberikan pernyataan yang pasti. Alasan kerancuan ini karena kurangnya
data yang ada sehingga menyulitkan ahli sejarah dalam membuktikan teori
tertentu dan luasnya wilayah Nusantara pada saat itu. Paling tidak ada empat
teori yang memberikan keterangan masuknya Islam ke Nusantara, yaitu : Teori
India, Teori Arab, Teori Persia, dan Teori Cina.[1]
a.
Teori India
Pemegang teori
ini adalah Pijnappel, seorang Profesor Bahasa Melayu di Universitas Leiden,
Belanda. Menurut beliau Islam datang ke Nusantara tidak langsung dari Arab atau
Persia, namun berawal dari India (terutama pantai barat dari Gujarat dan
Malabar). Banyak orang Arab yang bermazhab Syafi’i yang bermigrasi ke India,
selanjutnya dari sana mereka menyebarkan Islam ke Nusantara.
Teori ini
selanjutnya direvisi C. Snouck Hurgronje bahwa islam di Nusantara datang dari
wilayah Malabar dan Coromandel (kota-kota pelabuhan di India Selatan). Penduduk
Deccan yang berperan sebagai perantara barang dagang antara negeri Islam dan
penduduk Nusantara datang dan menetap di Nusantara untuk menyebarkan Islam.
selanjutnya muncul orang-orang Arab yang melanjutkan islamisasi di Nusantara.
Pendapatnya ini berdasar dari kesamaan tentang paham Syafi’iyah yang kin masih
berlaku di Paantai Coromandel. Snouck Hurgronje juga berpendapat bahwa abad
ke-12 sebagai periode yang paling mungkin dari awal penyebaran Islam Nusantara.
Teori India
juga dikemukakan oleh J.P. Moquette yang menyatakan Islam datang dari Gujarat,
India. Hal ini berdasar pada pengamatan beliau pada batu nisan di Pasai yang
berangka 17 Dzulhijjah 831 H/27 September 1428 dan batu nisan makam Maulana
Malik Shaleh di Gresik, Jawa Timur yang wafat tahun 822 H/1419. Ternyata model
dua batu nisan tersebut mirip dengan batu nisan di Cambay, Gujarat.
Kemudian
pendapat Moquette ini dibantah oleh S.Q. Fatimi yang menyatakan bahwa batu
nisan Malik As-Shaleh berbeda jauh dengan batu nisan di Gujarat, namun memiliki
kesamaan dengan batu nisan di Bengal (Bangladesh). Pendapatnya didukung dengan
adanya batu nisan Siti Fatimah binti Maimun (berangka 475 H/1082) di Leran Jawa
Timur.
Dari dua
pendapat yang diambil dari teori batu nisan tersebut, ternyata pendapat
Moquette lebih banyak oleh didukung para sarjana lainnya.[2]
b.
Teori Arab
Teori lain menyatakan bahwa islam di
Nusantara dibawa oleh para pedagang dari Arabia. Para pedagang Arab terlibat
aktif dalam penyebaran islam ketika mereka dominan dalam perdagangan
Barat-Timur sejak awal abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Pendapat ini berdasar pada
sumber-sumber China yang menyebutkan bahwa menjelang perempatan ketika abad
ke-7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab Muslim di pesisir
barat Sumatera. Bahkan, beberapa orang Arab telah melakukan kawin campur dengan
penduduk pribumi sehingga membentuk komunitas muslim.[3]
Teori Arab ini disampaikan pertama
kali oleh Crawfurd bahwa Islam dikenalkan pada masyarakat Nusantara langsung
dari Tanah Arab, yang selanjutnya didukung oleh Keyzer dengan dasar adanya
kesamaan mazhab Syafi’i yang dominan di Indonesia. Pendapat Keyzer bahwa islam
datang dari Mesir. Jika menurut pandangan Niemann dan de Hollander, Islam di
Nusantara berasal dari Hadramaut.
Teori ini didukung oleh sejumlah
ahli di Indonesia, terbukti dari hasil simpulan seminar tentang masuknya islam
ke Indonesia di tahun 1963 dan 1978 yaitu bahwa islam yang datang ke Indonesia
langsung dari Arab, bukan India dan masuk pertama kali pada abad ke-1 H atau
abad ke-7 M, bukan abad ke-12 atau 13 M.[4]
c.
Teori Persia
Teori ini menyatakan islam di
Nusantara berasal dari Persia, bukan India atau Arab. Dasar teori ini yaitu
adanya unsur kebudayaan Persia yang sama dengan di Nusantara, yaitu kebudayaan
Syi’ah. Pendukung teori ini yaitu P.A. Hoesein Djajadingrat. Beliau mendasarkan
analisisnya pada pengaruh sufisme Persia terhadap beberapa ajaran mistik Islam
(sufisme) di Indonesia, seperti ajaran manunggaling kawula gusti Syaikh
Siti Jenar sebagai pengaruh dari ajaran wahdatul wujud al Hallaj di
Persia, penggunaan istilah bahasa Persia dalam sistem mengeja huruf Arab
(terutama tanda bunyi harakat), dan peringatan Asyura pada 10 Muharram
sebagai salah satu hari yang diperingati kaum Syi’ah.[5]
d.
Teori Cina
Teori ini menyampaikan peran orang
China dalam proses islamisasi di Nusantara serta unsur-unsur kebudayaan China
yang ada dalam kebudayaan di Indonesia. H.J. de Graf telah menyunting beberapa
literatur Jawa Klasik (Catatan Tahunan Melayu) yang menunjukkan peran orang
China dalam pengembangan Islam di Nusantara, seperti disebutkan bahwa tokoh
islam Sunan Ampel (Raden Rahmat/Bong Swi Hoo) dan Raja Demak (Raden Fatah/Jin
Bun) merupakan orang keturunan China. Selain itu, pendapat ini juga didukung
oleh Slamet Muljana, dan Denys Lombard yang menunjukkan aspek kehidupan China
yang masuk ke Nusantara, seperti makanan, pakaian, bahasa, arsitektur, dan sebagainya.
Dengan berbagai macam teori seperti
di atas, maka diupayakan adanya sintesis antar pendapat tersebut. Salah satunya
yaitu membuat fase-fase atau tahapan
tentang islamisasi di Nusantara, yaitu: tahap permulaan kedatangan yang terjadi
pada abad ke-7 M. Selanjutnya abad ke-13 M sebagai proses penyebaran dan
terbentuknya masyarakat islam di Nusantara. Para pembawa agama islam di abad
7-13 M yaitu muslim dari Arab, Persia, dan India.[6]
Pada umumnya islam menyebar di
kawasan Nusantara secara damai, ini terjadi padamasa awal penyebarannya. Namun,
perkembangan islamisasi Nusantara sebenarnya mengalami tiga metode, yaitu: (1)
disebarkan melalui pedagang muslim secara damai; (2) disebarkan para juru
dakwah dan wali khusus dari India dan Arab sekaligus meningkatkan keilmuan dan
keimanan mereka; dan (3) disebarkan dengan kekuatan untuk berperang melawan
pemerintahan kafir. Metode ke-3 ini dilakukan segera setelah kerajaan islam di
Nusantara berdiri dan islam menyebar dari sana dengan melalui peperangan.[7]
Secara khusus, teori masuknya islam
tersebut hanya menganalisis masuknya islam di pulau Sumatera (Aceh) dan Jawa.
Hal ini karena dua pulau itu dipandang memberikan pengaruh besar terhadap
penyebaran islam di Nusantara.
C.
Sarana Islamisasi
Para penyebar agama islam di
Nusantara mampu memasukkan budaya baru yang sebelumnya belum ada dengan jalan
damai, tanpa ada perlawanan dari orang pribumi. Hal ini sepertinya patut untuk
diapresiasi. Beberapa alasan mengapa islam begitu cepat tersebar di kawasan
Melayu-Nusantara, yaitu ada 3 faktor : ajaran islam yang menekankan prinsip
ketauhidan yang identik dengan pembebasan dalam sistem ketuhanannya;
fleksibilitas ajaran islam yang merupakan kodifikasi nilai-nilai universal;
kesesuaian nilai Islam ini menghasilkan masyarakat Nusantara menjadikan islam
sebagai institusi yang amat dominan dalam melawan kolonialisme Belanda.[8]
Prof. Dr. Musyrifah Sunanto dalam
bukunya menyebutkan ada 6 sarana yang digunakan orang muslim untuk menyebarkan
islam di Nusantara, yaitu sebagai berikut:
a.
Perdagangan
Yaitu melalui jalur pelayaran. Saluran perdagangan ini sangat
menguntungkan, karena tidak ada pemisahan antara aktivitas perdagangan dengan
kewajiban mendakwahkan islam kepada pihak-pihak lain. Penduduk pribumi yang
berperan penting dalam perdagangan yaitu dari golongan raja dan bangsawan
lokal. Karena mereka juga memiliki pengaruh besar dengan sesama pribumi, maka
islam dengan cepat menyebar ke nusantara.
b.
Dakwah
Dilakukan oleh mubalig yang berdatangan bersama pedagang. Para
mubalig itu bisa jadi juga para sufi pengembara.
c.
Perkawinan
Perkawinan yang dilakukan antara pedagang muslim dengan anak
bangsawan Indonesia. Hal ini secara otomatis mampu membentuk inti sosial, yaitu
keluarga muslim dan masyarakat muslim. Dengan perkawinan itu secara tidak
langsung orang muslim tersebut status sosialnya dipertinggi dengan sifat
kharisma kebangsawanan. Lebih lagi bila seorang muslim menikah dengan putri
raja, maka keturunannya akan menjadi pejabat birokrasi, putra mahkota kerajaan,
syahbandar, qadi, dan posisi penting lainnya.
d.
Pendidikan
Setelah para pedagang muslim menetap, mereka menguasai kekuatan
ekonomi di bandar-bandar, seperti Gresik. Pusat perekonomian itu berkembang
menjadi pusat pendidikan dan penyebaran islam. Pusat-pusat pendidikan dan
dakwah islam di kerajaan Samudra Pasai berperan sebagai pusat dakwah pertama yang
didatangi pelajar-pelajar dan mengirim mubalig lokal, seperti Maulana Malik
Ibrahim dikirim ke Jawa.
Pada awalnya masyarakat muslim belajar agama di rumah para kyai,
selanjutnya mereka membuat bangunan sendiri untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
anak-anaknya, seperti masjid, langgar, atau surau. Ilmu agama yang disampaikan
kepada anak-anak yaitu pendidikan membaca al-Qur’an, pelaksanaan shalat, dan
pelajaran tentang kewajiban pokok agama lainnya. Selanjutnya ada lembaga
pesantren atau pondok yang diselenggarakan oleh guru agama, kyai, atau ulama.
Sehingga dalam pendidikan Islam di Indonesia ada dua jenjang yaitu: pengajian
al-Qur’an sebagai pendidikan dasar dilanjutkan pondok pesantren sebagai
pendidikan lanjutan.
e.
Tasawuf dan Tarekat
Sufi (ahli tasawuf) datang bersama dengan para pedagang. Diantara
mereka ada yang diangkat menjadi penasihat atau pejabat kerajaan, seperti di
Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri, Abd.
Rauf Singkel dan di Jawa terkenal dengan istilah walisongo (wali
sembilan). Para sufi menyebarkan islam dengan dua cara, dengan membentuk kader
mubalig dan melalui karya-karya tulis yang berisi ilmu agama.
f.
Kesenian.
Macam-macam seni yang menjadi sarana islamisasi yaitu: seni
bangunan, seni ukir, seni musik, seni tari dan seni sastra.[9]
Di Jawa walisongo banyak menggunakan seni untuk menyampaikan ajaran
agama, semisal Sunan Kalijaga dengan kesenian wayangnya dan lagunya berjudul Lir
Ilir.
Penyebaran Islam di Indonesia secara kasar dapat dibagi menjadi
tiga tahap. Pertama, dimulai dengan kedatangan Islam yang diikuti dengan
kemerosotan dan keruntuhan Majapahit pada abad ke-14 sampai 15. Kedua, sejak
datang dan mapannya kekuasaan kolonial belanda di Indonesia sampai abad ke-19.
Ketiga, bermula pada awal ke-20 dengan terjadinya “liberalisasi” kebijaksanaan
pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.[10]
KESIMPULAN
Perkembangan Sosial Budaya dan
ekonomi Nusantara tidak terlepas dari Kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara.
Pada masa sebelum datangnya Islam, hampir seluruh wilayah Nusantara dengan
kerajaan yang ada memiliki kepercayaan Hindu-Buda. Diantara Kerajan-kerajaan
yang ada diantaranya ; Kerajaan Mataram, Kerajaan Kalingga, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Kutai, Kerajaan Singasari, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Kediri, dan Kerajaan Tarumanegara. Namun dari
beberapa Kerajaan tersebut kerajaan besar yang dianggap mewakili cikal bakal
bangsa indonesia adalah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Ada empat teori yang memberikan
keterangan masuknya Islam ke Nusantara, yaitu : Teori India, Teori Arab, Teori
Persia, dan Teori Cina.
Prof. Dr. Musyrifah Sunanto dalam bukunya menyebutkan ada 6 sarana
yang digunakan orang muslim untuk menyebarkan islam di Nusantara, yaitu :
perdagangan; dakwah; perkawinan; pendidikan; tasawuf; dan kesenian.
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nor. 2013. Islam Nusantara:
sejarah sosial intelektual Islam di Indonesia. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Kuntowijoyo. 1997. Pengantar Ilmu
Sejarah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Sukmono, R. 1987. Pengantar
Sejarah Keudayaan Indonesia 2. Yokyakarta : Kanisius
Sunanto, Musyrifah. 2010. Sejarah
Peradaban Islam Indonesia. Depok: Rajawali Press.
[1] Nor Huda, Islam
Nusantara: sejarah intelektual islam di Indonesia, (Yogyakarta: Ar Ruzz
Media, 2013) hal 32.
[2] Ibid.,
hal 34.
[3] Ibid.,
35.
[4] Ibid.,
hal 36.
[5] Ibid.,
hal 38.
[6] Ibid.,
hal. 39
[7] Ibid.,
hal 41.
[9] Ibid.,
hal 49.
[10]
Musyrifah, Sunanto, Sejarah Peradaban
Islam Indonesia, (Depok: Rajawali Press, 2010), hal. 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar