MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Dosen
Pembimbing: Drs. Nur Munajat, M.Si
Disusun
Oleh:
Dwi
Afriyanto (16410072/ PAI A)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN
KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut
nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Psikologi
Pendidikan tentang “Prilaku Belajar”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik deri segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Kami berharap semoga makalah
ilmiah ini dapat memeberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
DAFTAR ISI
Contents
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai
calon pengajar tentulah harus memahami strategi dalam mengajar yang baik,
termasuk mengetahui bagaimana prilaku siswanya. Untuk mengetahui prilaku siswanya
terlebih dahulu seorang calon pengajar harus menegtahui karakteristik setiap
peserta didiknya baik dari perubahan intensional, perubahan positif dan aktif,
serta perubahan efektif dan fungsional.
Dengan mengetahui karakteristik
setiap peserta didik diharapkan seorang calon pengajar mampu menerapkan
strategi pengajaaran yang tepat kepada peserta didik dalam prilaku belajar
mereka. Sehingga dapat tercapainya pendidikan yang bermutu dan berkualitas.
1. Apa
pengertian prilaku belajar ?
2. Bagaimana
karakterisitik prilaku dalam belajar ?
3. Apa
perwujudan prilaku dalam belajar ?
4. Apa
saja faktor yang mempenaruhi belajar ?
1. Mengetahui
pengertian prilaku belajar
2. Memahami
karaktersitk prilaku dalam belajar
3. Memahami
bagaimana perwujudan prilaku dalam belajar
4. Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam belajar
BAB II
PEMBAHASAN
Prilaku
Menurut Chaplin (Chaplin dalam kartono, 1999, h. 53),
perilaku adalah suatu perbuatan atau aktivitas atau sembarang respon baik itu
reaksi, tanggapan, jawaban, atau balasan yang dilakukan suatu organisme. Secara
khusus pengertian perilaku adalah bagian dari suatu kesatuan pola reaksi. Dan
Perilaku menurut (Wagito, 2005, h. 168), adalah suatu aktivitas yang mengalami
perubahan dalam diri individu. Perubahan itu didapat dalam segi kognitif,
afektif, dan psikomotorik[1].
Skinner,
seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology: The Teaching-Learning Procces, berpendapat
bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progesif. Pendapat ini diungkapan dalam pernyataan
ringkasnya, bahwa belajar adalah a process
of progressive behavior adaptation. Berdasarkan eksperimenya, B.F. Skiner
percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal
apabila ia diberi penguat (reinforcer)[2]. Morgan, dalam buku Introduction of Psychology (1998)
mengemukakan: ”Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan atau pengalaman”[3].
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prilaku belajar adalah
suatu aktivitas perubahan yang relatif menetap pada individu dalam suatu proses
penyesuain tingkah laku sebagai hasil dari latihan atau pengalaman.
Karakteristik
belajar ini dalam dalam bebrapa pustaka rujukan, antara lain psikologi
pendidikan oleh surya (1928), disebut juga sebagai prinsip-prinsip belajar. Di
antara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar
yang terpenting adalah[4]:
1. Perubahan
Intensional
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah
berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, atau
dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa
siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya ia
merasakan adanya perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan,
kebiasaan, sikap, dan pandangan sesuatu, ketrampilan, dan seterusnya.
Sehubungan dengan itu, perubahan yang diakibatkan mabuk, gila, dan lelah tidak
termasuk dalam karakteristik belajar, karena individu yang bersangkutan tidak menyadari
atau tidak menghendaki keberadannya.
Disamping perilaku belajar itu menghendaki perubahan
yang disadari, juga diarahkan pada tercapainya perubahan tersebut. Jadi, jika
seorang siswa belajar bahasa inggris umpamanya, maka sebelumnya ia telah menetapkan
taraf kemahiran yang disesuaikan dengan tujuan pemakaianya. Penetapan ini
misalnya, apakah bahasa asing tersebut akan ia gunakan untuk keperluan studi ke
luar negri ataukah utnuk sekedar bisa membaca teks-teks atau literatur
berbahasa inggris.
Menurut Anderson (1990) kesenjangan belajar tidak
penting, yang penting adalah cara mengelola informasi yang diterima oleh siswa
pada waktu pembelajaran terjadi. Di samping itu, dari kenyataan sehari-hari
juga menunjukan bahwa tidak semua kecakapan yang kita peroleh merupakan hasil
kesenjangan belajar yang kita sadari.
Sebagai contoh, kebiasaan bersopan santun dimeja makan
dan bertegur sapa dengan orang lain, guru, dan orang-orang baik disekitar kita
tanpa disengaja dan disadari. Begitu juga beberapa kecakapan tertentu yang kita
peroleh dari pengalaman dan praktik sehari-hari, belum tentu kita pelajari
dengan sengaja. Dengan demikian, dapat kita pastikan bahwa perubahan
intensional tersebut “bukan harga mati” yang harus dibayar oleh anda dan siswa.
2. Perubahan
Poisitif Dan Aktif
Positif artinya baik, bermanfaat, serta
sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut
senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang baru (seperti
ketrampilan dan pemahaman baru) yang lebih baik daripada apa yang telah ada
sebelumnya. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya
seperti karena proses kematangan (misalnya bayi, yang bisa merangkak setelah
bisa duduk), tetapi karena usaha siswa itu sendiri.
3. Perubahan
Efektif Dan Fungsional
Perubahan yang timbul karena proses
belajar bersifat efektif, yakni berhasil guna. Artinya, perubahan tersebut
membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu, perubahan
dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwaia relatif menetap dan
setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan
dimanfaatkan. Perubahan fungsional dapat diharapkan memberi manfaat yang luas
mislanya ketketika siswa menepuh ujian dan menyesuaikan diri dengan lungkungan
kehidupan sehari-hari dalam memeprtaankan kelangsungan hidupnya.
Selain itu, perubahan yang efektif dan
fungsional basanya bersifat dinamis dan mendorpng timbulnya perubahanperubahan
positif lainya. Sebagai contoh, jika seorang belajar menulis, maka di samping akan
mampu merangakaikan kata dan kalimat dalam bentuk tulisan ia juga akan
memperoleh kecakapan lainya seperti membuat catatan, merangkai surat, dan
bahkan menyusun karya sastra atau karya ilmiah.
Manifestasi
atau perwujudan prilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam
perubahan-perubahan sebagai berikut[5]:
1. Kebiasaan
Setiap
siswa yang telah mengalami proses belajar, kebiasan-kebiasaanya akan tampak
berubah. Menurut Bughardt (1973), kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan
kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Dalam
proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan prilaku yang tidak
diperlukan. Karena proses penyusutan /pengurangan inilah, muncul suatu pola
bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.
Kebiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan seperti dalam
classical dan operant conditioning. Contoh: siswa yang belajar bahasa secara
berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru,
akhirnya akan terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar. Jadi
berbahasa dengan cara yang baik dan benar itulah perwujudan prilaku belajar
siswa tadi.
2. Ketrampilan
Ketrampilan
ialah kegiatan yang berkaitan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot
(neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis,
mengetik olah raga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun
ketrampilan itu memerlukan kordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang
tinggi. Dengan demikian, siswa yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi
dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.
Di
samping itu, menurut reber (1998), ketrampilan adalah kemampuan melakukan
pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai
dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Ketrampilan bukan hanya meliputi
gerakan motorik melainkan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun
luas sehingga sampai pada mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain. Artinya
orang yang mampu mendayagunakan orang lain secara tepat dianggap sebagai orang
yang terampil.
3. Pengamatan
Pengamatan
artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk
melalui indera-indera seperri mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar
seseorang siswa akan mampu mencapai pengamatan yang benar objektif sebelum
mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya
pengertian yang slah pula. Sebagai contoh, seorang anak yang baru pertama kali
mendengarkan radio akan mengira bahwa penyiar benar-benat berada dalam kotak
suara itu. Namun melalui proses belajar, lambat-laun akan diketahuinya juga
bahwa yang ada dalam radio tersebut hanya suaranya, sedangkan penyiarnya berada
jauh distudio pemancar.
4. Berpikir
Asosiatif Dan Daya Ingat
Secara
sederhana, berpikir asosiatif adaah berpikir dengan cara mengasosiasikan
sesuatu dengan lainya. Berpikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan
hubungan antara rangsangan dengan rspons. Daam hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan
siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh
tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Sebagai
contoh, siswa yang mampu menjelaskan arti penting tanggal 12 Rrabiul Awal. Kemampuan siswa tersebut dalam
mengasosiasiakn tanggal bersejarah dengan hari ulang tahun (maulid) Nabi
Muhammad SAW. hanya bisa didapat apabila
ia telah memepelajari riwayat hidup Beliau.
Di samping itu, daya ingat pun merupakan perwujudan belajar,
sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah
mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan materi
(pengetahuan dan pengertian) dalam memori, serta meningkatnya kemampuan
menghubungkan materi tersebut dengan situasi stimulus yang sedng ia
hadapi.
5. Berpikir
Rasional Dan Kritis
Berpikir
rasinal dan kritis adalah perwujudan prilaku belajar terutama yang bertalian
dengan pemecahan maslah. Pada umumnya siswa yang berpikiran rasional akan
menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab
pertanyaan “bagaimana” (How) dan
“mengapa” (Why). Dalam berpikir
rasional, siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan
sebab-akibat, menganalisis, menarik simpulan-simpulan, dan bahkan juga
menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal
berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang
tepat untuk menguju keaandalan gagasan pemecahn masalah dan mengatasi kesalahan
atau kekurangan (Reber, 1998).
6. Sikap
Dalam
arti sempit sikap adalah pandagan atau kecenderungan mental. Menurut Bruno
(1987), sikap (attitude) adalah
kecenderungan yang relatif menetap untuk beraksi dengan cara baik atau buruk
terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu
dapat kita anggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara
tertentu. Dalam hal ini, perwujudan prilaku belajar siswa akan ditandai dengan
munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan
lugas) terhadap suatu objek, tata nilai, peristiwa dan sebagainya.
7. Inhibisi
Inhibisi
adalag upaya pengurangan atau pencegahan timbulya suatu respons tertentu karena
adanya proses respons lain yang sedang berlangsung (Reber, 1998). Dalam hal
belajar, yang dimaksud dengan inhibisi ialah kesanggupan siswa untuk mengurangi
atau mengehentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan
ktindakan lainya yang lebih baikketika ia berinteraksi dengan lingkunganya
Kemampuan
siswa dalam melakukan inhibisi pada umumnya diperoleh lewat proses belajar. Oleh sebab itu, makna
dan perwujudan prilaku belajar seorang siswa akan tampak pula dala,m
kemampuanya melakukan inhibisi. Contoh: seorang siswa yang telah sukses
mempelajari bahaya alkohol dan menghindari memebeli meinuman keras. Sebagai
gantinya ia memebeli minuman sehat.
8. Apresiasi
Pada
dasarnya, apresiasi berarti suatu pertimbangan
(judgment) menegnai arti
penting atau nilai sesuatu (Chaplin, 1982). Dalam ppenerapanya, apresiasi
sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-bemda baik
abstrak maupun konkret- yang memiliki kanilai luhur. Apresiasi adalah gejala
ranah afektif yang pada umumnya ditujukan pada karya-karya seni budaya seperti:
seni sastra, seni musik, seni lukis, drama, dan sebagaianya.
Tingkat
apresiasi seorang siswa terhadap niai sebuah karya sangat bergantung pada
tinglat pengalaman belajarnya. Sebagai contoh, jika seorang siswa telah
mengalami proses belajar agama secara mendalam maka tingkat apresiasinya
terhadap nilai seni baca al-Quran dan kaligrafi akan mendalam pula. Dengan
deikian, pada dasarnya seorang siswa baru akan memiliki apresiasi yang mmemadai
terhadap objek tertentu (misalnya kaligrafi) apabila sebelumnya ia telah
mempelajari materi yang berkaitan dengan objek yang dianggap mengandung nilai
penting dan indah tersebut.
9. Tingkah
Laku Afektif
Tingkah laku
afektif adalah tingkah laku yang emnyangkut keanekaragaman perasaan seperti:
takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagianya.
Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman beljar. Oleh
karenanya, ia juga dapat dianggap sebagai perwujudan prilaku belajar.
Seorang siswa, misalnya, dapat dianggap
sukses secara afektif dalam belajar agama apabila ia telah menyenangi dan
menyadari dngan ikhlas kebenaran ajaran agama yang telah pelajari, lalu
menjadikana sebagai ”sistem nilai diri”. Kemudian, pada giliranya ia menjadikan
sistem nilai ini sebagai penuntun hidup, baik dikala suka maupun duka (Darajat,
1985).
Secara
global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan
menjadi tiga macam, yakni[6]:
1.
Faktor Internal Siswa
Faktor
yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yaitu:
a. Aspek
Fisiologis
Kondisi organ-organ
khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat,
sangat memepengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi adan pengetahuan.
Daya pendengaran dalam penglihatan yang rendah, umpamanya, akan menyulitkan sensory register dalam menterap
item-item informasi yang besifat echoic dan
econic (gema dan citra). Akibat
negatif selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh
sistem memori siswa tersebut.
b. Aspek
Psikologis
Faktor-faktor rohaniah
siswa yang pada umumnya dipandnag lebih esensial itu adalah sebagai berikut:
1) Intelegnsi
umumnya diartikan sebagai kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau
penyesuaian diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (Reber, 1998).
Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) sangat menentukan tingat keberhasilan
belajar siswa. Ini bermkana, semakin tinggi kemampuan intelegesi siswa maka
semakin besar peluang utnk meraih suskes. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan
inteegensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih suskses.
2) Sikap
Siswa
Sikap adalah gejala
internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau
merespon (responce tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek
orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama
kepada anda dan mata pelajaran yang anda sajikan merupakan pertanda awal yang
baik bagi proses belajat siswa tersebut.
c. Bakat
Siswa
Secara umum, bakat
(aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang (Chaplin, 1972; Reber, 1998). Pada
perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai kemampuan individu
untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan
dan pelatihan
d. Minat
Siswa
Minat (interest) berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu. Menurut Reber (1998), minat tidak termasuk istilah piopuler dalam
psikologi karena kebergantunganya yang banyak pada faktor-faktor internal
lainya seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebututhan.
e. Motivasi
Siswa
Motivasi ialah keadaan
internal organisme-baik manusia maupun hewan-yang mendorongnya untuk berbuat
sesuatu. Dalam pengertian ini motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk
bertingkah laku secara terarah (Glietmen, 1998; Reber, 1998). Dalam
perkembangan selanjutnya otivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1) Motivasi Intrinsik
Adalah hal dan keadaan
yang beraal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan
tindakan belajar. Termasuk dalam motovasi intrinsik siswa adalah perasaan
meyenangi materi kebutuhanya terhadap materi tersebit misalnya untuk kehidupan
masa depan siswa yang bersangkutan.
3) Ada
motivasi Ekstrinsik
Adalah hal dan keadan
yang datang dari luar individu siswa yang juga mendororngnya untuk melakukan
kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peratuan/tat tertib sekolah, suru teladan
orang tua, guru, dan seterusnya merupakn contoh-contoh konkret motivasi
ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk belajar.
2. Faktor
Eksternal Siswa
Faktor eksternal siswa
terdiri dari dua macam, yakni:
a) Lingkungan
Sosial
Lingkungan sosial sekolah
beratti para guru, para tenaga kependidikan (kepala sekolah dan
wakil-wakilnya), dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar
seorang siswa. Termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga
juga teman-teman sepermainan disekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan
sosial yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah orang tua dan keuarga
siswa itu sendiri.sifat-sifa orang tua, praktik pengelolaan keluarga,
ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat
memeberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasi yang dicapai
oleh sisa. Contoh: kebiasaan yang diterapkan orang tua siswa dalam mengeloala
keluarga (family management practices)
yang keliru, seperti kelalaian orang tua dalam memonitor kegiatan anak, dpat
menimbulkan dampak lebih buruk lagi. Dalam hal ini, bukan saja anak tidak mau
belajar melainkan juga ia cenderung berprilku menyimpang yang berat seperti
antisosial (Patterson & Leber, 1984).
b) Lingkungan
Sosial
Faktor-faktor yang m yang termasuk
lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga
siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang
digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa. Contoh: kondisi rumah yang sempit dan berantakan
serta perkampungan yang terlalu padat dan tak meiliki saran umum untuk kegiatan
remaja (seperti lapangan voli) akan menorong siswa berkeliaran ke tempat-tempat
yang sebenarnya tidak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan perkampungan seperti
itu jelas berpengaruh buruk terhdap kegiatan belajar siswa.
3. Faktor
Pendekatan belajar
Keefektifan segala cara
atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang evektivitas dan efisensi
proses belajar materi tertentu dalam hali ini, berarti seperangkat langkah
operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memeceahkan masalah atau
mencapai tujuan belajar tertentu (Lawson, 1991). Seorang siswa yang terbiasa
mengaplikasikan pendekatan belajar deep mislanya, mungkin sekali berpeluang
meraih prestasi belajar yang bermutu dari pada siswa yang menggunakan
pendekatan belajar surface atau reproductive .
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan makalah
Psikologi Pendidikan tentang Prilaku Belajar, dapat penulis simpulkan sebagai
berikut:
1. Definisi
prilaku belajar adalah suatu aktivitas perubahan yang relatif menetap pada
individu dalam suatu proses penyesuain tingkah laku sebagai hasil dari latihan
atau pengalaman.
2. Ciri
khas perubahan belajar meliputi perubahan-perubahan yang bersifat:
a) Intensional;
b) Positif dan Aktif; c) Efektif dan Fungsional
3. Manifestasi
prilaku belajar tampak dalam:
a)
Kebiasaan; b) Ketrampilan; c) Pengamatan; d) Berpikir asosiatif dan daya ingat;
e) Berpikir rasional dan kritis; f) Sikap; g) Inhibisi; h) Apresiasi; i)
Tingkah laku afektif
4. Efisiensi
belajar adalah konsep yang mencerminkan perbandingan terbaik antar usaha
belajar dengan hasil belajar.
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kepadanya
penulis akan lebih focus dan details dalam menjelaskan tentang maklah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisa juga bisa
untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah
dijelaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan Dengan
Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda, 2010)
Abdul
Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar
Dalam Prespektif Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2004)
[1]
Http://nkoeriysh.blogspot.com/2014/09makalah-prilaku-belajar.html. Diakses pada 22-04-2017, 20:12 WIB.
[2]Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan Dengan
Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda, 2010) hlm. 88
[3]Abdul
Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar
Dalam Prespektif Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2004) hlm. 208
[5]
Ibid.,hlm. 116-119
[6] Ibid.,
129-136